Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) memperketat ekspor limbah pabrik kelapa sawit hingga minyak jelantah. Aturan ini mulai berlaku pada 8 Januari 2025.
Hal itu sebagaimana tercantum di dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 26 Tahun 2024 tentang Ketentuan Ekspor Produk Turunan Kelapa Sawit (Permendag 2/2025).
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan bahwa Permendag 2/2025 memperketat ekspor limbah pabrik kelapa sawit (Palm Oil Mill Effluent POME), residu minyak sawit asam tinggi (High Acid Palm Oil Residue/HAPOR), dan minyak jelantah (Used Cooking Oil/UCO).
Isy menjelaskan bahwa Permendag 2/2025 ditempuh untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri minyak goreng dalam pelaksanaan program minyak goreng rakyat.
“Selain itu, juga untuk mendukung implementasi penerapan biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40% [B40],” kata Isy dalam keterangan tertulis, Kamis (16/1/2025).
Isy menyampaikan bahwa kebijakan ekspor UCO dan residu dibahas dan disepakati dalam rapat koordinasi (rakor) yang dipimpin Kementerian Koordinator Bidang Pangan.
Baca Juga
“Pembahasan pada rakor itu termasuk ada tidaknya alokasi ekspor yang menjadi persyaratan untuk mendapat Persetujuan Ekspor [PE],” jelasnya.
Adapun, pertimbangan pengambilan kesepakatan dalam rakor untuk dapat mengekspor UCO dan residu didasari beberapa hal.
Perinciannya, kebijakan lain yang membatasi ekspor UCO dan residu seperti pengenaan bea keluar yang akan diberlakukan, dan penyesuaian angka konversi hak ekspor hasil dari Domestic Market Obligation (DMO).
Kemudian, angka produksi dan konsumsi dalam negeri dari UCO dan residu, serta hak ekspor UCO dan residu yang dimiliki oleh eksportir.
“Di luar itu, bagi para eksportir yang memiliki PE UCO dan PE residu yang telah diterbitkan berdasarkan Permendag sebelumnya, tetap dapat melaksanakan ekspor. PE-nya masih berlaku sampai masa berlakunya berakhir,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kemendag Farid Amir mengungkap, terbitnya Permendag 2/2025 didasarkan pada pertumbuhan permintaan POME, HAPOR, dan UCO akibat implementasi kebijakan Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA) oleh International Civil Aviation Organization (ICAO).
Alasan lainnya, tambah dia, Permendag 2/2025 juga didasarkan pada maraknya modus pencampuran CPO dengan POME dan HAPOR asli. Serta, praktik mengolah buah dari Tandan Buah Segar (TBS) yang dibusukkan langsung menjadi POME dan HAPOR.
Dia menjelaskan perubahan Permendag mencakup perubahan syarat dan tata cara untuk mendapatkan PE UCO dan residu.
“Berdasarkan Permendag 2/2025, PE diterbitkan dengan kewajiban melengkapi syarat alokasi jika disepakati dalam rakor,” ujarnya.
Untuk itu, Kemendag berharap kerja sama eksportir dan asosiasi untuk menyampaikan data yang mendukung kebijakan ekspor produk CPO dan turunannya. Data tersebut termasuk jumlah produksi, pasokan, konsumsi, serta permintaan.