Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tolak Simpan DHE 1 Tahun, Industri Karet Teriak Utilitas Produksi Anjlok ke 40%

Industri karet menilai rencana perpanjangan masa simpan devisa hasil ekspor sumber daya alam dari 3 bulan menjadi minimal 1 tahun dapat melumpuhkan industri.
karet/Istimewa
karet/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Industri karet nasional menilai rencana perpanjangan masa simpan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) dari 3 bulan menjadi minimal 1 tahun dapat melumpuhkan produktivitas. Terlebih, utilitas kapasitas produksi karet saat ini anjlok ke level 40%. 

Aturan DHE minimal 3 bulan telah diatur lewat Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2023 Tentang Devisa Hasil Ekspor Dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. 

Adapun, ketentuan turunannya yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 73 Tahun 2023, Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 272 Tahun 2023 serta Peraturan Bank Indonesia No. 7 Tahun. 

Ketua Umum Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) Aziz Pane mengatakan, aturan tersebut memperparah kondisi industri karet nasional dan turunannya yang tertekan dari sisi produksi, ekspor, hingga kapasitas terpasang. 

“Kebijakan retensi DHE-SDA sangat memberatkan pelaku usaha industri karet yang saat ini dalam kondisi yang memprihatinkan,” kata Aziz dalam keterangan resminya, dikutip Rabu (15/1/2025).

Dalam catatannya, produksi karet mencapai 3.680 ton pada 2017. Pada 2024, produksi karet tinggal 2.167 ton atau turun hingga 1.513 ton dibandingkan realisasi 2017. 

Utilitas kapasitas produksi karet pada 2017 tercatat masih berada pada tingkat 63,1%, sementara 2024 lalu merosot ke level 40%. Hal ini pun seiring dengan penurunan jumlah pabrik vrumb rubber dari sebanyak 152 unit pada 2017 menjadi 99 unit pada 2024. 

Penyebab utama penurunan kinerja, selain dikarenakan kebijakan DHE, yaitu harga karet yang rendah, guncangan pandemi, serangan penyakit gugur daun karet Pestalotiopsis, perang Rusia-Ukraina, dan perubahan iklim global.

Sejalan, ekspor produk karet alam juga mengalami penurunan. Ekspor produk karet alam mencapai 3.276 ton pada 2017. Pada 2024, ekspor hanya 1.654 ton atau turun hingga 1.622 ton dibandingkan realisasi 2017.

Adapun, karet alam berasal dari pohon karet Hevea brasiliensi Muel Arg merupakan komoditas ekspor utama sub-sektor perkebunan Indonesia. Produk utama karet Standard Indonesia Rubber (SIR), Ribbed Smoked Sheet (RSS), dan Lateks Pekat, 80% ditujukan untuk pasar ekspor. 

“Industri ban dan industri terkait ban menyerap produk karet dalam bentuk SIR sekitar 70%—76% sebagai bahan baku yang tergolong crtitical material dan tidak ada substitusinya,” tuturnya. 

Kondisi ini membuat industri tertekan, sebab PP 36 Tahun 2023 mengatur eksportir wajib memasukan dan menempatkan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE-SDA) ke dalam Sistem Keuangan Indonesia ke dalam Rekening Khusus DHE-SDA. 

Penempatan DHE-SDA dalam rekening khusus DHE-SDA, diwajibkan bagi eksportir yang memiliki DHE-SDA dengan nilai ekspor pada PPE paling sedikit US$250.000 atau ekuivalennya. 

DHE-SDA yang telah dimasukkan dan ditempatkan eksportir ke dalam rekening khusus DHE-SDA wajib ditempatkan (retensi) paling sedikit sebesar 30% dalam Sistem Keuangan Indonesia/SKl selama minimal 3 bulan.

Jika diperpanjang menjadi minimal 1 tahun, Aziz menilai hal tersebut dapat menyebabkan lumpuhnya industri perkaretan nasional dan akan berdampak buruk bagi lebih 2 juta KK petani karet di Indonesia serta pelaku usaha terkait rantai pasok industri karet alam nasional.

Dia berharap pemerintah dapat mempertahankan eksistensi industri perkaretan nasional, pihaknya mengusulkan khusus untuk DHE-SDA komoditas karet hanya dikenakan ketentuan wajib memasukan (repatriasi) dalam Sistem Keuangan Indonesia/SKl tanpa kewajiban retensi.

Selain itu juga, menaikkan nilai nominal minimal devisa hasil ekspor retensi dari US$250.000 menjadi US$500.000 per PPE (Pemberitahuan Pabean Ekspor).

“Industri perkaretan nasional merupakan sumber kehidupan bagi lebih dari 10 juta penduduk Indonesia terutama petani dan keluarganya serta para pedagang dan karyawan. Petani dan pelaku usaha karet berharap pemerintah dapat mengkaji lagi ketentuan ini, untuk melindungi seluruh warganya,” pungkas Aziz.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper