Bisnis.com, JAKARTA — Target penerimaan dari pungutan bea keluar turun drastis pada tahun ini, usai adanya larangan ekspor konsentrat tembaga mulai 1 Januari 2025.
Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis Direktorat Jenderal Bea dan Cukai M. Aflah Farobi menyebut selama ini, bea keluar dari ekspor konsentrat tembaga sangat besar.
Lini di bawah Kementerian Keuangan yang dipimpin Menteri Sri Mulyani itu mencatat penerimaan dari bea keluar mencapai Rp20,8 triliun sepanjang 2024. Dari jumlah tersebut, mayoritas berasal dari pungutan ekspor konsentrat tembaga sekitar Rp11 triliun. Sementara pungutan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sekitar Rp9,6 triliun.
Usai adanya larangan ekspor konsentrat tembaga, Bea Cukai akan kehilangan sumber penerimaan terbesar. Oleh sebab itu, Aflah menjelaskan target penerimaan dari bea keluar menurun cukup drastis pada 2025.
"2025, pemerintah ditargetkan untuk bea keluar itu hanya Rp4,5 triliun. Nah ini tentunya ya sumbernya hanya dari sawit," jelasnya dalam konferensi pers di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Jakarta Timur, Jumat (10/1/2025).
Dia pun menyatakan Bea Cukai akan memaksimalkan penerimaan bea keluar CPO pada tahun ini. Kendati demikian, sambungnya, penerimaan ekspor CPO akan sangat tergantung situasi pasar.
Baca Juga
Aflah mencontohkan, realisasi volume ekspor CPO mencapai 36 juta ton sepanjang 2024. Realisasi tersebut lebih rendah dari target awal di angka sekitar 39 juta ton.
"Nanti kira-kira dapatnya berapa [sepanjang 2025], nah ini tentunya tergantung dari harga CPO-nya di pasaran," ungkapnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani mengungkapkan kebijakan larangan ekspor konsentrat tembaga merupakan konsekuensi logis dari komitmen pemerintah untuk melakukan hilirisasi.
Meski berpotensi kehilangan penerimaan belasan triliun per tahunnya, namun Askolani menilai akan ada tiga keuntungan jangka panjang yang didapatkan dari larangan ekspor konsentrat tembaga.
Pertama, menurutnya, hilirisasi produk tembaga akan menyebabkan penambahan investasi untuk pembangunan pabrik smelter sehingga juga bisa memacu pertumbuhan ekonomi.
Kedua, hilirisasi produk tembaga diyakini juga akan menyebabkan penambahan PPN dan PPh dari perusahaan. Oleh sebab itu, sambung Askolani, akan ada pertukaran sumber pemasukan dari bea keluar menjadi pajak.