Bisnis.com, JAKARTA - Nilai ekspor Jepang kembali membukukan kenaikan pada periode November seiring dengan pelemahan yen yang membantu eksportir. Meski demikian, tren mendasar dalam perdagangan masih tetap lesu menjelang pertemuan Bank of Japan minggu ini.
Data dari Kementerian Keuangan Jepang pada Rabu (18/12/2024) mencatat, ekspor yang diukur dalam nilai naik 3,8% secara year on year (yoy) yang dipimpin oleh mesin pembuat chip dan logam non-ferrous sementara mobil terhambat pengirimannya. Catatan tersebut mengalahkan estimasi konsensus kenaikan 2,5%.
Sementara itu, nilai mpor turun 3,8% yang dipimpin oleh minyak mentah, tetapi masih meninggalkan neraca perdagangan negatif sebesar ¥117,6 miliar.
Meski nilai ekspor meningkat, perdagangan secara keseluruhan hanya memberikan dukungan terbatas bagi ekonomi Jepang. Permintaan di AS dan Eropa terus menurun sementara permintaan meningkat di China, di mana pemerintah berupaya mendukung pertumbuhan dengan langkah-langkah stimulus yang agresif. Diukur dari segi volume, ekspor hampir tidak berubah.
Laporan tersebut menunjukkan pengiriman ke AS turun 8%, dipimpin oleh mobil dan obat-obatan, dan pengiriman ke Eropa turun 12,5%, juga dipimpin oleh mobil. Sementara itu, nilai pengiriman ke China naik 4,1%.
“Penurunan ekspor mobil membatasi ekspor secara keseluruhan karena sektor ini merupakan sektor utama bagi Jepang. Ekonomi global tidak melambat atau meningkat, sehingga sulit bagi ekspor secara keseluruhan untuk meningkat," kata ekonom di Norinchukin Research Institute, Takeshi Minami.
Baca Juga
Secara keseluruhan, data terbaru ini menunjukkan neraca perdagangan tetap negatif selama lima bulan berturut-turut. Hal ini mengindikasikan kondisi perdagangan yang lebih luas kemungkinan akan terus membebani ekonomi pada kuartal terakhir. Perdagangan bersih juga menjadi beban bagi ekonomi dalam tiga bulan yang berakhir pada bulan September.
Nilai yen rata-rata 152,83 per dolar pada bulan November, 1,7% lebih lemah dari tahun lalu, kata laporan tersebut. Yen yang lebih lemah cenderung membantu eksportir menjadi lebih kompetitif karena meningkatkan pendapatan luar negeri mereka saat dibawa pulang.
Bank sentral Jepang, Bank of Japan, mengatakan pada akhir Oktober bahwa dampak inflasi impor diperkirakan akan berkurang sementara inflasi yang mendasarinya akan meningkat secara moderat dengan hubungan antara upah dan harga yang semakin intensif. Bank sentral akan membuat keputusan kebijakan terbarunya pada Kamis (19/12/2024) besok.
Ke depannya, seperti negara-negara lain, Jepang menghadapi ketidakpastian yang semakin meningkat atas perdagangan global dengan kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih pada bulan Januari.
Presiden terpilih AS tersebut telah menjanjikan tarif tambahan terhadap China, Meksiko, dan Kanada setelah memenangkan pemilihan pada bulan November. Selama kampanyenya, ia juga melontarkan gagasan tentang tarif universal untuk semua barang yang datang dari luar negeri, termasuk dari Jepang.
Menteri Luar Negeri Jepang Takeshi Iwaya mengatakan awal bulan ini bahwa Tokyo bermaksud untuk memulai pembicaraan perdagangan dengan Trump dengan pemahaman bahwa penghapusan tarif untuk mobil dan suku cadang mobil akan menjadi agenda.