Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengungkap penyebab turunnya nilai ekspor komoditas minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan turunannya hingga menyentuh dua digit, tepatnya sebesar 11,76% secara bulanan (month-to-month/mtm) pada November 2024.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor CPO dan turunannya turun dari US$2,37 miliar pada Oktober 2024 menjadi US$2,09 miliar pada November 2024. Namun, nilai ekspornya naik tipis 2,24% secara tahunan (year-on-year/yoy) dari US$2,04 miliar pada November tahun lalu.
Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan bahwa penurunan ekspor CPO dan turunannya pada periode November dipicu harga minyak sawit yang lebih mahal.
“Penurunan ekspor disebabkan karena harga minyak sawit lebih mahal dari minyak nabati lain seperti minyak bunga matahari dan minyak kedelai,” kata Eddy, Senin (16/12/2024).
Dia merincikan, harga minyak sawit bulan lalu CIF Rottterdam US$1.300. Sementara itu, harga minyak kedelai US$1.150 dan harga minyak bunga matahari US$1.200.
Dengan tingginya harga minyak sawit, membuat importir lebih memilih harga minyak dari komoditas lain yang lebih murah. “Akhirnya importir ada pilihan untuk membeli yang lebih murah,” ungkapnya.
Baca Juga
Untuk itu, Gapki juga memperkirakan ekspor CPO dan turunan pada akhir 2024 belum membaik. “Akhir tahun ini sepertinya belum membaik walaupun produksi juga turun sekitar 4-5% dibandingkan 2023,” ujarnya.
Sebelumnya, BPS mencatat volume ekspor komoditas unggulan Indonesia, yakni CPO dan turunannya hanya 1,91 juta ton pada November 2024. Angkanya merosot jika dibandingkan bulan lalu dan periode yang sama di tahun lalu.
Pada Oktober 2024, volume CPO dan turunannya mencapai 2,33 juta ton. Sedangkan pada November 2023, volumenya mampu mencapai 2,52 juta ton.
Terpisah, Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal memandang penurunan ekspor CPO dan turunannnya bisa disebabkan dari turunnya permintaan impor dari negara tujuan utama, seperti India atau China.
Apalagi, menurut kacamata Faisal, permintaan domestik China tengah melemah. Setali tiga uang dengan India yang dalam beberapa bulan terakhir mengalami tren pelemahan impor. Menurutnya, hal ini bisa berpengaruh terhadap CPO.
“Secara umum, ada kemungkinan ada faktor eksternal dari negara-negara tujuan ekspor yang memengaruhi penurunan ekspor CPO dan turunannya,” kata Faisal kepada Bisnis.
Faisal menilai jika penurunan ekspor ini disebabkan dari lesunya permintaan negara tujuan ekspor, maka nilai ekspor CPO dan turunan Indonesia sangat tergantung pada pemulihan suatu negara.
“Bisa juga dengan faktor lain, mungkin dari sisi over supply. Ini yang perlu dianalisis lebih lanjut,” tuturnya.