Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Sebut Paket Kebijakan Stimulus 2025 Prabowo Tak Cukup Pulihkan Daya Beli

Pengamat melihat paket kebijakan ekonomi 2025 yang pemerintah siapkan untuk menetralisir kenaikan tarif PPN 12% tidak cukup kuat memulihkan daya beli.
Foto aerial salah satu perumahan subsidi di Ciampea, Bogor, Jawa Barat, Senin (6/1/2023). Bisnis/Himawan L Nugraha
Foto aerial salah satu perumahan subsidi di Ciampea, Bogor, Jawa Barat, Senin (6/1/2023). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat melihat paket kebijakan ekonomi 2025 yang pemerintah luncurkan hari ini (16/12/2024) untuk menetralisir kenaikan tarif PPN 12% hanya akan mampu menjaga atau menahan daya beli.

Peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan di LPEM FEB UI Teuku Riefky melihat berbagai paket yang pemerintah tawarkan sudah cukup baik, namun memang bukan untuk meningkatkan daya beli. 

“Isunya sekarang, daya beli sangat lemah karena penciptaan lapangan kerja sangat terbatas di Indonesia,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (16/12/2024).

Padahal, peningkatan daya beli menjadi penting karena konsumsi merupakan penyumbang utama pertumbuhan ekonomi. 

Riefky memandang masyarakat lebih membutuhkan kebijakan untuk meningkatkan daya beli dan meningkatkan income maupun upah. 

Berbagai stimulus kebijakan yang pemerintah siapkan untuk menjaga daya beli bagi masyarakat kelas menengah adalah dengan melanjutkan insentif seperti PPN DTP Properti bagi pembelian rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar dengan dasar pengenaan pajak sampai dengan Rp2 miliar. 

Selain itu, PPN DTP KBLBB atau Electric Vehicle (EV) atas penyerahan EV roda empat tertentu dan bus tertentu, PPnBM DTP KBLBB/EV atas impor EV roda empat tertentu secara utuh (Completely Built Up/CBU) dan penyerahan EV roda empat tertentu yang berasal dari produksi dalam negeri (Completely Knock Down/CKD), serta Pembebasan Bea Masuk EV CBU.

Di samping itu, terdapat juga kebijakan baru yang akan diterapkan oleh Pemerintah untuk masyarakat kelas menengah, mulai dari pemberian PPnBM DTP Kendaraan Bermotor Hybrid, pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP untuk Pekerja di Sektor Padat Karya dengan gaji sampai dengan Rp10 juta/bulan. 

Pemerintah juga melakukan optimalisasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan dari BPJS Ketenagakerjaan sebagai buffer bagi para pekerja yang mengalami PHK dengan tidak hanya manfaat tunai, tapi juga manfaat pelatihan dan akses informasi pekerjaan, serta Relaksasi/Diskon sebesar 50% atas pembayaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) kepada sektor industri padat karya.

“Kebijakan itu hanya cukup untuk membantali [menjadi bantalan pelemahan ekonomi akibat] kebijakan PPN,” lanjut Riefky. 

Dari sisi keadilan, sejumlah pengamat pun melihat kenaikan PPN 12% yang diimbangi insentif maupun pengenaan pajak terhadap barang mewah sudah cukup adil. 

Namun demikian, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal mengingatkan pemerintah untuk tetap berhati-hati dalam menentukan kategori barang premium yang akan dikenakan PPn 12%. 

“Pemerintah tetap perlu hati-hati menentukan barang mewah yang akan dinaikkan menjadi 12%, jangan sampai ada imbas [tidak langsung] ke golongan menengah,” tuturnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper