Bisnis.com, JAKARTA — SAL atau Saldo Anggaran Lebih terpantau terus menggunung dalam 10 tahun terakhir seiring dengan realisasi APBN yang selalu menyisakan kelebihan pembiayaan anggaran.
Mengacu Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), SAL konsisten mengalami kenaikan. Pada 2014, posisi SAL tak lebih dari Rp86,14 triliun. Pada 2023 SAL tercatat senilai Rp459,5 triliun.
Angka 2023 tersebut turun dari SAL 2022 yang senilai Rp478,96 triliun sejalan dengan adanya penggunaan SAL pada 2023 senilai Rp35 triliun. Sementara Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) 2023 sejumlah Rp19,37 triliun dan penyesuaian SAL senilai Rp3,84 triliun.
Adapun, SAL adalah saldo milik Menteri Keuangan yang berasal dari Akumulasi SiLPA/SiKPA tahun- tahun anggaran sebelumnya dan tahun berjalan serta penyesuaian lain yang diperkenankan.
Umumnya, dalam hal anggaran diperkirakan defisit melampaui target yang ditetapkan dalam APBN, pemerintah dapat menggunakan dana SAL sehingga pembiayaan yang direncanakan tetap sesuai target.
Untuk menutup kekurangan pembiayaan APBN dengan SAL, pemerintah harus meminta persetujuan DPR dengan terlebih dahulu memperhitungkan ketersediaan SAL untuk kebutuhan anggaran sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan dan awal tahun anggaran berikutnya.
Baca Juga
Selain itu, SAL juga digunakan dalam rangka memenuhi kebutuhan pengeluaran negara pada saat tertentu dalam hal realisasi penerimaan negara tidak mencukupi membiayai pengeluaran tersebut serta untuk stabilisasi.
Sebagaimana pada tahun ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta restu Badan Anggaran (Banggar) DPR untuk menggunakan SAL senilai Rp100 triliun untuk menjaga penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) tetap rendah, meski defisit melebar ke level 2,7% dari produk domestik bruto (PDB).
“Kami mengajukan kepada DPR untuk menggunakn SAL Rp100 triliun tambahan dari Rp51 triliun yang sudah kita usulkan dalam UU APBN 2024,” ujarnya dalam Raker Banggar dengan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia, Senin (8/7/2024).
Bendahara Negara tersebut menuturkan saat ini dalam posisi suku bunga acuan tingkat dunia yang tinggi dan rupiah yang cukup tertekan, pemerintah berusaha menjaga agar SBN tidak diterbitkan lebih banyak.
Teranyar, Sri Mulyani menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 88/2024 yang memungkinkan bendahara negara memberikan pinjaman dari SAL APBN kepada BUMN, BUMD, pemerintah daerah, atau Badan Hukum Lainnya.
Sri Mulyani mengatur bahwa jangka waktu pinjaman SAL itu paling lama adalah 90 hari kalender atau tiga bulan. Namun, pinjaman itu tidak boleh melewati akhir tahun anggaran terkait.
Beleid tersebut efektif per 29 November 2024. Selanjutnya Bendahara Umum Negara (BUN) akan memperoleh bunga/imbal hasil dengan tingkat suku bunga/imbal hasil minimal sebesar tingkat remunerasi yang diperoleh BUN dari penempatan uang negara di Bank Indonesia.
Meski demikian, belum ada informasi terkait besaran bunga dalam skema pinjaman SAL tersebut.
Berikut Posisi SAL 2014-2023
Tahun | SAL (Rp, triliun) |
---|---|
2023 | 459,5 |
2022 | 478,95 |
2021 | 337,77 |
2020 | 388,11 |
2019 | 212,69 |
2018 | 175,24 |
2017 | 138,35 |
2016 | 113,19 |
2015 | 107,91 |
2014 | 86,14 |
Sumber: LKPP