Bisnis.com, JAKARTA — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) meminta agar pemerintah menunda tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada 1 Januari 2025.
Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan pemerintah harus menunda kenaikan tarif PPN lantaran keadaan ekonomi Indonesia yang tidak sama seperti kebijakan ini ditetapkan pada tiga tahun silam.
“PPN 12% itu juga diputuskan kondisi ekonomi kita berbeda. Keadaan situasinya pada waktu itu sangat-sangat berbeda sekali,” kata Arsjad dalam konferensi pers Rapimnas Kadin 2024 di Pullman Jakarta Central Park, Jakarta, Jumat (29/11/2024).
Terlebih, Arsjad mengungkap bahwa kondisi ekonomi dunia global dan geopolitik juga dalam ketidakpastian. Bahkan, dia juga menyebut Amerika Serikat yang merupakan negara adidaya tengah mengalami penurunan daya beli saat ini.
Menurut Arsjad, sejumlah faktor ini harus menjadi pertimbangan bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan tarif PPN 12%.
“Nah jadi itu berdampak, makanya kita menyuarakan untuk menunda, menunda PPN 12%,” ungkapnya.
Baca Juga
Selain itu, dia juga menjelaskan, kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025 akan berdampak langsung ke masyarakat. Imbasnya, ekonomi domestik menjadi terganggu.
“Kita harus bisa memastikan ekonomi domestik kita jaga. Karena itulah yang menjadi utama [adalah] untuk menjaga ekonomi kita. Makanya illegal import menjadi penting harus dilaksanakan karena itu mengganggu ekonomi domestik kita,” imbuhnya.
Sementara itu, Dewan Pertimbangan Kadin Andi Rukman Karumpa menyatakan dengan tegas pihaknya menolak keras tarif PPN 12%. Meski dia juga mengakui peraturan pemerintah untuk mengerek tarif PPN harus dilaksanakan.
Namun, ungkap dia, penerapan tarif PPN menjadi 12% harus dipertimbangkan dengan matang.
Di sisi lain, Andi menyampaikan bahwa Kadin memahami kenaikan tarif PPN ini merupakan bagian upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara. Di sisi lain, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 8% sehingga diperlukan penguatan daya saing.
“Namun pelaksanaan harus mempertimbangkan kondisi ekonomi saat ini,” ujar Andi.
Lebih lanjut, dia mengungkap jika tarif PPN 12% ini tetap diberlakukan, maka salah satu sektor yang terdampak adalah jasa dan konstruksi.
Dengan kebijakan ini, maka akan berdampak pula pada kenaikan biaya material dan jasa konstruksi. Kenaikan tarif PPN bakal mempengaruhi biaya material dan jasa konstruksi yang pada akhirnya akan meningkatkan biaya ke semua proyek.
Sebelumnya diberitakan, Dewan Ekonomi Nasional (DEN) memberikan sinyal adanya potensi penundaan kenaikan tarif PPN 12% pada awal tahun depan. Hal ini seiring dengan penolakan dan pertimbangan pemerintah.
Ketua DEN Luhut B. Pandjaitan menuturkan pemerintah tengah menggodok stimulus bantuan sosial kepada rakyat, khususnya kelas menengah, sebelum tarif PPN 12% diterapkan.
“Ya hampir pasti diundur [kenaikan PPN jadi 12%], biar dulu jalan tadi yang ini [bantuan sosial]," kata Luhut kepada wartawan, Rabu (27/11/2024).
Luhut menegaskan, pemerintah harus memberikan insentif kepada masyarakat guna memulihkan daya beli konsumen dan ekonomi rakyat yang dinilai masih sulit.
Adapun saat ini, Luhut menyebut pemerintah masih menggodok perhitungan jumlah masyarakat yang berhak mendapatkan bansos tersebut. “PPN 12 itu sebelum itu jadi, harus diberikan dulu stimulus kepada rakyat yang ekonominya susah, mungkin lagi dihitung dua bulan, tiga bulan,” terangnya.