Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membuka peluang menjadi agregator antara Garuda dan maskapai penerbangan swasta untuk memenuhi kebutuhan penerbangan haji.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan pihaknya telah melakukan pemetaan dengan Garuda Indonesia terkait jumlah pesawat yang tersedia serta fasilitas yang dimiliki untuk penerbangan haji. Dia juga menyebutkan potensi menjadi agregator untuk maskapai swasta.
“Nah siapa tau kita bisa menjadikan agregator antara Garuda Indonesia dan semua [maskapai] pernebangan pihak swasta, sehingga kebutuhan jumlah pesawatnya ini bisa mencukupi khususnya pada saat musim haji,” kata Erick di Gedung BUMN, Selasa (19/11/2024).
Erick menjelaskan peluang tersebut masih menjadi salah satu opsi, belum keputusan. Adapun hal tersebut diperlukan karena jumlah pesawat haji akan bertambah signifikan seiring dengan jumlah jemaah haji yang semakin banyak.
Di sisi lain, Direktur Utama Garuda Indonesia Wamildan Tsani mengatakan pihaknya belum dapat mengetahui berapa jumlah pesawat yang dibutuhkan untuk penerbangan haji tahun depan.
Meski demikian, Tsani memberikan gambaran jika sepanjang tahun ini, sebanyak 14 pesawat digunakan untuk penerbangan 220.000 jemaah haji dengan 157 kloter tertunda atau delay.
Baca Juga
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Lukman F. Laisa menjelaskan OTP menjadi perhatian Kemenhub. Secara keseluruhan OTP haji 2024 sebesar 85,80% dengan 157 kloter delay.
“Jadi yang menjadi perhatian adalah OTP 2024 fase 1 atau 2 dengan 553 kloter. Di fase I OTP sebesar 86,98% dengan 72 kloter delay atau mengalami keterlambatan. Sedangkan, fase 2 pemulangan OTP sebesar 84,63% dengan delay 85 kloter,” kata Lukman dalam Rapat Kerja dengan Pemerintah terkait evaluasi Haji 2024 dengan Komisi VIII DPR RI, Senin (28/10/2024).
Adapun, Lukman memaparkan faktor penyebab keterlambatan pesawat yaitu teknis dan operasional. Permasalahan teknis pesawat yaitu mesin terbakar, kebocoran bahan bakar di pesawat, penggantian roda pesawat, aircraft auxiliary power unit bermasalah, serta AC bermasalah sehingga efek domino penerbangan selanjutnya.
Kemudian untuk faktor operasional berasal dari keterlambatan pesawat yang menyebabkan perubahan slot time pada penerbangan selanjutnya, rotasi pesawat, gate limitation, proses imigrasi, masalah cuaca, masalah kru, jamaah sakit, hingga ATC clearance.