Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) meminta pemerintah untuk menunda kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% tahun depan yang dinilai dapat membebani industri dan konsumen, yang berdampak pada penurunan permintaan.
Direktur Eksekutif Aprisindo Firman Bakrie mengatakan pihaknya melihat kenaikan PPN tahun depan belum tepat dilakukan di tengah kondisi ekonomi yang belum cukup stabil, utamanya terkait daya beli masyarakat.
"Kami rasanya juga minta supaya ditunda dulu," kata Firman kepada Bisnis, Selasa (19/11/2024).
Firman menerangkan, kenaikan PPN akan menambah beban konsumen, sehingga akan berdampak pada menurunnya kemampuan masyarakat untuk berbelanja.
PPN dikenakan kepada industri berupa pajak masukan ketika beli bahan baku untuk produksi, sehingga kenaikan pajak juga dapat menekan ongkos. Di sisi lain, terdapat ada pajak keluaran produk dari pabrik yang harus dipungut oleh peritel.
"Jadi ujung-ujungnya akan berdampak pada konsumsi produk-produk alas kaki yang juga berdampak pada pelaku usaha. Yang lebih mengkhawatirkan pasti pada permintaan ya," tuturnya.
Baca Juga
Pihaknya pun mengkhawatirkan apabila stok barang di pabrik tidak laku di pasar akibat harga yang melonjak juga akan menjadi beban bagi perusahaan.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah menjelaskan, jika tidak ada kepastian perekonomian, maka tidak menutup kemungkinan masyarakat bisa menahan daya beli di masa mendatang.
Terlebih, harga barang akan naik imbas PPN 12% ini. Budi menerangkan, kenaikan harga barang akan naik di setiap lini, mulai dari pabrik, distributor, hingga ritel yang diperkirakan bisa melonjak 5%.
Untuk itu, Budi meminta agar pemerintah menunda peningkatan tarif PPN 12% yang berlaku pada 1 Januari 2025. Menurutnya, pemerintah bisa mengevaluasi kenaikan tarif PPN dengan menunggu perbaikan ekonomi.