Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui 2024 menjadi tahun yang berat dalam mengumpulkan pundi-pundi kas negara, khususnya dari pajak, untuk memenuhi kebutuhan belanja yang ditargetkan senilai Rp3.325,1 triliun.
Hingga kuartal III/2024, Bendahara Negara mencatat pendapatan mencapai 80,2% atau setara Rp2.247,5 triliun dari target Rp2.802,3 triliun. Sementara penerimaan pajak telah mencapai Rp1.517,5 triliun, terkontraksi 0,4% dari periode yang sama di tahun lalu.
"Tahun ini tahun yang sangat berat dengan pertumbuhan pajak kita negatif," ujarnya dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (13/11/2024).
Sektor utama yang mengalami kontraksi, yakni realisasi pajak dari sektor pertambangan yang pertumbuhan neto -41,4% (year on year/YoY). Selain itu, industri pengolahan juga kontraksi 6,3%.
Sri Mulyani menjelaskan pertumbuhan ke bawah dari pajak tersebut akibat pergerakan harga komoditas unggulan Indonesia, yakni minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Sementara harga gas dan batu bara cenderung turun akibat outlook pertumbuhan yang rendah. Mengacu paparannya, harga batu bara telah anjlok 25,1% (YoY), kontraksi 3,6% sepanjang tahun ini (year to date/YtD), sedangkan secara bulanan (month to month/MtM) kontraksi 5%.
Baca Juga
Untuk komoditas gas, harganya telah anjlok 21,7% (YoY) dan 14,6% (MtM). Sementara secara tahun berjalan, harga gas alam tumbuh 3,6%.
Lebih lanjut, penerimaan pajak tersebut berasal dari PPh non-migas senilai Rp810,76 triliun atau setara 76,24% dari target. Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu, realisasi pajak non-migas tersebut menurun 0,44%.
Lalu, dari PPN dan PPnBM yaitu senilai Rp620,42 triliun atau setara 76,47% dari target. Secara tahunan, angka tersebut naik sebesar 7,87%.
Kemudian, setoran dari PBB dan pajak lainnya senilai Rp32,65 triliun atau setara 86,52% dari target. Secara tahunan, realisasi tersebut naik sebanyak 12,81%. Terakhir dari PPh Migas mencapai Rp53,70 triliun atau setara 70,31% dari target. Secara tahunan, angka tersebut turun cukup drastis yaitu -8,97%.
Dengan kondisi demikian, Sri Mulyani memproyeksikan outlook penerimaan pajak tidak akan menyentuh target awal dan hanya akan mencapai Rp1.921,9 triliun.