Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS) mengungkap alasan di balik minimnya penyerapan susu segar dari peternak lokal yakni berkaitan dengan standar yang belum memenuhi kebutuhan industri.
Direktur Eksekutif AIPS, Sonny Effendhi, mengatakan pengusaha olahan susu kebanyakan impor susu dari negara lain, lantaran kualitas dari produksi dalam negeri tidak sesuai dengan keamanan pangan.
“Penyebab ditolak karena kualitas tidak memenuhi standard keamanan pangan,” kata Sonny kepada Bisnis, Senin (11/11/2024).
Dia pun membantah isu bahwa pengusaha olahan susu lebih memilih impor. Menurutnya, isu tersebut kurang tepat. Kendati demikian, dia mengakui bahwa 80% susu segar masih diimpor, sedangkan 20% sisanya dipenuhi dari peternak lokal.
Untuk itu, dia mendorong pemerintah, industri, dan peternak untuk menyelaraskan standar keamanan pangan khususnya bagi produk susu segar guna mengoptimalkan produksi dalam negeri.
“Perlu kerja sama bersama pemerintah industri dan peternak untuk memperbaiki kualitas dan produktivitas susu perah supaya bisa meningkatkan serapan susu lokal dan juga meningkatkan pendapatan peternak,” ujarnya.
Baca Juga
Sebelumnya, pengurus Koperasi Unit Desa (KUD) Mojosongo Boyolali, Sriyono mengatakan persoalan yang dialami KUD dan para pengepul di Mojosongo disebabkan produksi susu peternak saat ini tidak bisa terserap semua di industri pengolahan susu (IPS).
Hal tersebut disebabkan adanya pembatasan jumlah kuota susu masuk ke IPS yang biasanya dari koperasi KUD Mojosongo setiap hari menyetor susu sebanyak 23.000 liter, tetapi yang bisa masuk menurun menjadi 15.000 liter.
KUD Mojosongo, imbuhnya, menerima susu dari peternak rata-rata 23.000 liter per hari. Apabila koperasi-koperasi di Boyolali ada sekitar 140.000 liter per hari, tetapi yang mampu terserap di industri baru sekitar 110.000 liter per hari.
Artinya ada kelebihan produksi dari peternak yang tidak mampu terserap pabrik 30.000 liter per hari.
"Susu yang tidak terima ke industri kami buang, karena susu tidak bisa tahan lama. Alasan industri tidak menerima itu, karena perbaikan mesin dan pasar sedang lesu. Artinya produk dari industri itu, tidak mampu dipasarkan semua akhirnya mereka mengurangi jumlah produksi. Kami berasumsi kemungkinan banyak produksi impor banyak yang masuk dari susu," ujarnya.