Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Utang Burden Sharing Pemerintah ke BI Rp836,56 Triliun, Jatuh Tempo mulai 2025

Sejauh ini pemerintah belum menjabarkan cara melunasi utang kepada bank sentral melalui skema burden sharing mulai 2025 dengan ruang fiskal yang sempit.
Karyawan menata uang tunai di Cash Center PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Jakarta, Kamis (14/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menata uang tunai di Cash Center PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Jakarta, Kamis (14/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Aksi berbagi beban alias burden sharing antara pemerintah dan bank sentral, di mana Bank Indonesia membeli surat utang negara di pasar perdana untuk menstabilkan sistem keuangan dan membiayai APBN selama pandemi Covid-19, tercatat senilai Rp836,56 triliun. 

Sejatinya, Bank Indonesia (BI) dilarang untuk membeli surat berharga negara (SBN) di pasar primer. Namun melalui kebijakan burden sharing–istilah yang diperkenalkan pertama kali oleh Gubernur BI Perry Warjiyo–BI diperkenankan membeli langsung surat utang untuk membantu pemerintah menangani pandemi Covid-19.

Kala itu, kegiatan ekonomi terhenti dan keran penerimaan negara yang utamanya berasal dari perpajakan juga tersendat. Alhasil, perlu adanya pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

Melihat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2021, tercatat dari penerbitan SBN dalam rangka SKB II dan SKB III tersebut, terdapat SBN berupa SUN seri Variable Rate (VR) yang khusus dijual kepada BI di pasar perdana. 

Pembiayaan yang masuk ke APBN tersebut saat itu digunakan sebagai sumber dana program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN). 

Skema burden sharing sebagaimana SKB II yang hanya berlaku pada 2020 telah diterbitkan sebesar Rp397,56 triliun untuk Public Goods.

Penerbitan SBN dalam rangka SKB III yang diperuntukkan untuk kontribusi di bidang kesehatan dan kemanusiaan mencapai Rp215 triliun pada tahun 2021 dan Rp224 triliun pada 2022.

Total jatuh tempo utang tersebut mulai pada 2025 (Rp100 triliun), 2026 (Rp154,5 triliun), 2027 (Rp210,5 triliun), 2028 (Rp208,06 triliun), 2029 (Rp107,5 triliun), dan 2030 (Rp56 triliun). 

Sejauh ini pemerintah belum menjabarkan cara melunasi utang kepada bank sentral tersebut yang dimulai pada tahun depan dengan ruang fiskal yang sempit.

Mengingat, jatuh tempo utang pemerintah pada 2025 mencapai Rp800,33 triliun, termasuk di dalamnya Rp100 triliun milik BI. Jumlah tersebut terdiri dari jatuh tempo SBN sejumlah Rp705,5 triliun dan jatuh tempo pinjaman senilai Rp94,83 triliun.

Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia pun membatasi pembicaraan soal penyelesaian skema burden sharingWakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Suminto enggan memberikan komentar terkait kewajiban pemerintah terhadap BI. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper