Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa program hilirisasi batu bara tak jalan di tempat.
Koordinator Hilirisasi Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Muhammad Ansari menuturkan, pihaknya saat ini terus melakukan kajian terkait hilirisasi batu bara. Dia juga menekankan bahwa diskusi terkait kajian masalah hilirisasi batu baru terus dilakukan secara intensif.
"Kalau dibilang jalan di tempat, nggak tepat juga. Karena kami semua tak diam," kata Ansari di Kantor Dirjen Minerba, Jakarta, Rabu (30/10/2024).
Namun, dia belum bisa mengatakan lebih lanjut terkait program program hilirisasi batu bara saat ini. Menurut Ansari, pihaknya masih menunggu solusi dan inovasi apa yang dihasilkan dari diskusi para pemangku kepentingan.
"Kita tunggu nanti seperti apa solusi yang akan dihasilkan," ujarnya.
Program hilirisasi batu bara terbilang masih jalan di tempat. Apalagi, Kementerian ESDM sebelumnya melaporkan terjadi penurunan produksi hasil hilirisasi batu bara yang signifikan selama 2020 hingga 2022. Berdasarkan laporan kinerja 2022 Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara, realisasi peningkatan nilai tambah atau hilirisasi batu bara selama periode itu mencapai 295.515 ton.
Baca Juga
Torehan itu melanjutkan tren penurunan yang signifikan sejak 2020 hingga 2021 yang sempat mencatatkan produksi masing-masing di angka 401.000 ton dan 335.000 ton. Dengan demikian susut produksi selama rentang 3 tahun terakhir itu sudah mencapai 26,3%.
Oleh karena itu, belakangan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan kepada para produsen agar pemanfaatan batu bara sebagai komoditas unggulan sejalan dengan peningkatan nilai tambah melalui program hilirisasi.
Bahlil menyakinkan bahwa pemerintah tetap mendukung batu bara sebagai salah satu komoditas utama. Namun, ia menekankan pentingnya transisi energi secara bertahap.
"Jadi, kalian harus mendapatkan modal yang cukup dulu sebagai instrumen untuk melakukan proses peralihan ke teknologi hijau. Karena kalau kita langsung paksakan tanpa modal yang cukup, kita tidak akan mampu melakukannya," kata Bahlil melansir dari laman ESDM, Selasa (10/9/2024).
Dia juga mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia sedang mendorong hilirisasi batu bara menjadi produk lain yang memiliki nilai tambah, seperti dimethyl ether (DME), liquefied petroleum gas (LPG), dan bahan baku pupuk.
"Untuk batu bara ke depannya, kita tidak hanya melakukan ekspor raw material, tapi juga mendorong DME sebagai pengganti LPG. Karena impor LPG per tahun itu mencapai 6 juta ton, salah satu bahan baku untuk mengganti LPG adalah batu bara melalui DME, serta sebagai bahan baku pupuk," ungkap Bahlil.
Sebagai salah satu produsen batu bara terbesar di dunia, Indonesia berkontribusi signifikan terhadap pendapatan negara. Pada 2023, produksi batubara mencapai 775,2 juta ton dengan total ekspor sebesar 518,05 juta ton.
Berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang diterbitkan, produksi batu bara tahun ini diperkirakan mencapai 900 juta ton.