Bisnis.com, JAKARTA - Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia meminta pemerintah untuk membenahi tata kelola perberasan dalam negeri, seiring adanya rencana pemerintah melakukan impor 1 juta ton beras.
Pengamat Pertanian dari Core Indonesia Eliza Mardian menyampaikan, persoalan penurunan produktivitas bukanlah kejadian baru. Melainkan sudah berlangsung sejak berpuluh-puluh tahun lamanya.
“Apakah pemerintah sudah optimal dan tepat memilih strategi kebijakannya untuk menggenjot produksi? Inilah yang semestinya dibenahi,” kata Eliza kepada Bisnis, Rabu (30/10/2024).
Kerangka Sampel Area Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produksi beras untuk konsumsi pangan penduduk diramal mencapai 30,34 juta. Jumlah tersebut turun 760.000 ton atau 2,44% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Menurutnya, adanya pembenahan dalam tata kelola perberasan diyakini dapat mengurangi importasi beras. Oleh karena itu, dia meminta pemerintah untuk lebih optimal menggenjot produksi beras dalam negeri, dengan memilih strategi kebijakan yang tepat.
Di sisi lain dia mengatakan bahwa rencana impor beras ini dilakukan lantaran produksi dalam negeri tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional. Ditambah lagi, permintaan beras jelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) biasanya akan mengalami peningkatan.
Baca Juga
“Berkaca dari Pemilu dan Pileg lalu, permintaan beras ini meningkat karena banyaknya aktivitas silaturahmi menjelang pemilihan dan diiringi dengan pemberian paket sembako,” tuturnya.
Selain itu, Eliza menyebut bahwa pemerintah memerlukan cadangan pangan untuk awal 2025, mengingat pada awal tahun Indonesia belum memasuki panen raya.
Pemerintah sebelumnya tengah mempertimbangkan untuk menambah kuota impor beras sebanyak 1 juta ton untuk memenuhi cadangan beras pemerintah (CBP). Rencana ini muncul seiring adanya perkiraan penurunan produksi beras nasional sebesar 2,43%.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menyampaikan, pengadaan 1 juta ton beras impor telah mempertimbangkan neraca produksi dan perkiraan cadangan beras yang harus dimiliki hingga Februari 2025.
“Itu memang ada tambahan 1 juta ton. 1 juta ton itu tentunya melihat neraca dari produksi, kemudian berapa cadangan yang harus kita miliki supaya kita bisa melewati bulan Februari,” tutur Arief saat ditemui di Kantor Kementerian Kehutanan, Selasa (29/10/2024).
Arief mengungkapkan, produksi beras pada Desember-Februari secara historis mengalami penurunan sehingga diperlukan cadangan pangan. Kendati begitu, Arief menegaskan bahwa pemerintah tengah memperkuat produksi beras dalam negeri.
Jika produksi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan nasional, pemerintah akan mencari alternatif lain dengan melakukan pengadaan dari luar negeri. “Kita semua sudah mengupayakan produksi dalam negeri tetapi proyeksi dari BPS itu memang kurang, kita harus ada cadangan,” ujarnya.