Bisnis.com, JAKARTA — Partai Buruh menyebut pidato kenegaraan Presiden Prabowo Subianto usai dilantik di Gedung MPR, Jakarta, pada Minggu (20/10/2024), berbeda 180 derajat dengan kondisi yang terjadi saat ini.
Merujuk pidato kenegaraan, Presiden KSPI dan Partai Buruh Said Iqbal mengatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto menekankan akan pentingnya membantu masyarakat miskin. Sayangnya, dia menilai bahwa pidato tersebut tidak sejalan dengan kebijakan yang terjadi pada hari ini.
“Pak Presiden Prabowo kan jelas dalam pidato kenegaraannya di MPR dalam pelantikan, yang kuat, yang kaya membantu yang lemah dan yang miskin. Yang lemah dan yang miskin bersatu,” kata Iqbal saat ditemui di area Patung Kuda, Jakarta, Kamis (24/10/2024).
Iqbal menuturkan bahwa pada kenyataannya, buruh diberikan upah yang tidak layak sehingga tidak mampu membeli barang kebutuhan lantaran harga yang terus mendaki.
“Karena harga barang tidak bisa dikendalikan oleh pemerintah. Para pemodal, berarti kan neoliberal, dilindungi oleh undang-undang, oleh PP Nomor 51 oleh omnibus law,” tuturnya.
Menurut Iqbal, jika Indonesia menganut hukum ekonomi Pancasila, maka semestinya pemerintah memberikan kemudahan dan pelindungan untuk kelas menengah bawah.
Baca Juga
“Jadi antara apa yang disampaikan di pidato kenegaraan Presiden, dengan kebijakan hari ini sangat bertolak belakang 180 derajat,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia juga menilai pertumbuhan ekonomi sebesar 8% yang ditargetkan Prabowo Subianto mustahil terwujud, jika pengupahan masih mengacu pada PP Nomor 51 Tahun 2023.
“Mustahil, karena daya beli akan rendah. Daya beli rendah atau purchasing rendah, konsumsi rendah,” ucapnya.
Iqbal mengatakan, jika konsumsi masyarakat tidak dikerek, maka tidak terjadi pertumbuhan 8%. Oleh karena itu, lanjut dia, Partai Buruh meminta adanya kenaikan upah sehingga bisa meningkatkan daya beli agar pertumbuhan ekonomi 8% bisa dicapai.
Dia pun berkaca dari negara terkait pengupahan. Misalnya saja Inggris yang mengalami kenaikan upah sebesar 30%. Begitu pula di Jerman dan Turki yang masing-masing naik 27% dan 60%.
“Kalau begitu, naikkan upah, jangan lagi nombok. Kita semua jangan disuruh nombok. Kita kerja, kita berkontribusi buat negara, bayar pajak. Kok beli barang nombok?” tandasnya.