Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap kinerja ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan turunannya yang masuk ke dalam komoditas unggulan Indonesia anjlok pada September 2024.
Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan bahwa ekspor CPO dan turunannya mengalami penurunan baik secara bulanan maupun tahunan pada September 2024.
Pada September 2024, total volume ekspor CPO dan turunannya hanya sebanyak 1,49 juta ton, merosot dibandingkan bulan sebelumnya sebanyak 1,97 juta ton.
Sementara dari sisi harga CPO dan turunannya di tingkat global pada September 2024 mengalami peningkatan menjadi US$932,05 per ton dari bulan sebelumnya sebesar US$898,90 per ton.
Kondisi ini berbeda dengan komoditas batubara, serta besi dan baja yang terus melaju pada September 2024.
“Secara tahunan, ekspor batubara meningkat, sedangkan besi dan baja serta CPO dan turunannya mengalami penurunan,” ujar Amalia dalam Rilis Berita Resmi Statistik BPS Perkembangan Ekspor-Impor September 2024, Selasa (15/10/2024).
Baca Juga
Amalia menyampaikan bahwa nilai ekspor CPO dan turunannya kompak mengalami penurunan baik bulanan maupun tahunan. Perinciannya, turun sebesar 21,64% secara bulanan (month-to-month/mtm) dan sebesar 24,75% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Secara kumulatif, nilai ekspor CPO dan turunannya adalah US$1,38 miliar pada September 2024.
Di sisi lain, nilai ekspor batubara terpantau naik sebesar 2,62% mtm dan secara tahunan naik 15,04%. Sedangkan nilai ekspor besi dan baja naik 10,41% mtm, namun turun 4,90% yoy.
Jika ditinjau dari kontribusi, komoditas batubara sebesar 12,12% pada September 2024. Mengekor, besi dan baja mencatatkan kontribusi sebesar 10,53%, serta CPO dan turunannya dengan kontribusi sebesar 6,62%.
Secara keseluruhan, BPS menyampaikan bahwa komoditas batubara, besi dan baja, serta CPO dan turunannya memberikan kontribusi sebesar 29,27% dari total ekspor nonmigas Indonesia pada September 2024.
Dihubungi terpisah, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai bahwsa penurunan ekspor minyak sawit Indonesia disebabkan oleh ketersediaan minyak nabati lain yang lebih murah, seperti minyak bunga matahari.
“Ekspor kita turun karena minyak nabati lain suplainya bagus, bahkan minyak bunga matahari akhir tahun lalu dan semester I/2024 lebih murah dari minyak sawit sehingga mereka punya pilihan,” kata Ketua Umum Gapki Eddy Martono kepada Bisnis, Selasa (15/10/2024).
Terlebih, Eddy menjelaskan bahwa mayoritas minyak nabati lain, seperti seperti minyak rapeseed dan bunga matahari, merupakan tanaman musiman yang sangat tergantung dengan kondisi cuaca. “Jadi belum tentu tahun depan akan turun lagi,” imbuhnya.
Menurut prediksi Gapki, produksi minyak nabati akan mengalami kenaikan karena pada semester II/2024 produksi minyak nabati, seperti rapeseed dan bunga matahari agak menurun.
Di sisi lain, Eddy menyampaikan bahwa belum diimplementasikannya regulasi deforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR) dan usulan dari Komisi Eropa untuk menunda kebijakan ini belum berdampak langsung pada pasar.