Bisnis.com, JAKARTA - Indonesian Mining Association (IMA) menilai hilirisasi harus diiringi dengan konsumsi produk tambang oleh industri dalam negeri. Hal ini dinilai perlu demi memaksimalkan nilai tambah.
Ketua Umum IMA Rachmat Makkasau menuturkan, dalam 5 tahun terakhir dunia tambang telah melaksanakan tugasnya untuk melakukan hilirisasi mineral mentah. Oleh karena itu, dia berharap hasil usaha pelaku industri tambang bisa disambut oleh industri dalam negeri.
Menurut Rachmat, akan sangat disayangkan jika produk olahan mineral dalam negeri malah lari ke luar negeri.
"Indonesia punya kesempatan besar untuk memanfaatkan itu dan dari situ lah nilai tambah besar didapatkan," kata Rachmat di Jakarta, Selasa (8/10/2024).
Dia pun berharap pemerintah bisa membuat kebijakan untuk mendukung hal tersebut. Apalagi, kata Rachmat, pemerintah punya target tertentu untuk menggenjot industri dalam negeri.
Rachmat mengingatkan hal ini juga perlu dilakukan agar industri pertambangan bisa berkelanjutan dan masa depan tambang mampu berkesinambungan.
Baca Juga
"Harapan kami, para penambang sudah melakukan semaksimal mungkin tugasnya, ke depan mungkin ada aturan dari pemerintah untuk memudahkan proses yang bisa membuat kesinambungan dari tambangnya, bukan dari hilirisasinya," jelas Rachmat.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas mengibaratkan tugas penambang untuk melaksanakan hilirisasi sudah selesai. Menurutnya, tugas selanjutnya adalah mendorong hasil hilirisasi bisa dikonsumsi industri dalam negeri.
Dia mencontohkan saat ini sekitar tiga per empat produksi katoda tembaga PT Smelting, smelter pertama Freeport, masih diekspor. Sementara itu, sisanya baru dikonsumsi industri dalam negeri. Hal ini lantaran industri hilir yang mengolah katoda dalam negeri masih minim.
"Intinya industri lebih hilirnya mana? Ini [hilirisasi] sudah 5 tahun kok kami bangun," ucap Tony. "Konsumsi katoda tembaga Indonesia yang kecil. Karena ada beberapa bahan yang mengandung tembaga itu diimpornya utuh.