Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rosan Singgung Kebijakan Ekonomi Hijau AS & Eropa: Bisa Timbulkan Deglobalisasi

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani menilai kebijakan ekonomi hijau AS dan Eropa bisa menimbulkan deglobalisasi
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani/Bisnis-Ni Luh Anggela
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani/Bisnis-Ni Luh Anggela

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani menilai kebijakan ekonomi hijau seperti penetapan harga karbon di Uni Eropa dan Inflation Reduction Act atau IRA di Amerika Serikat dapat membawa berbagai macam risiko.

Rosan menuturkan, kebijakan ekonomi hijau tersebut memang membawa banyak peluang, seperti meningkatkan investasi berkelanjutan, inovasi dan teknologi, dan perdagangan global. 

“Namun, kebijakan ini juga membawa banyak risiko potensial, termasuk deglobalisasi,” kata Rosan dalam Indonesia Internasional Sustainability Forum (ISF) 2024 di JCC Senayan, Kamis (5/9/2024).

Terlebih, Rosan menyampaikan bahwa saat ini dunia sedang menghadapi tantangan yang sama, seperti perubahan iklim, kemiskinan, dan kesenjangan. 

Negara-negara berkembang, kata Rosan, perlu berjuang untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi guna menarik investasi asing langsung sembari melakukan dekarbonisasi.

“Bagi sesama negara berkembang, penting bagi kita untuk membangun sistem energi tangguh yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi kita sambil menjaga lingkungan kita,” ujar Rosan.

Rosan menekankan bahwa diperlukan komitmen dan upaya kolektif untuk mengatasi tantangan bersama dan mendukung negara-negara berkembang dengan investasi dan pendanaan hijau, akses perdagangan dan pasar, integrasi rantai pasokan, transfer teknologi, serta penelitian dan pengembangan, guna membuka potensi penuh energi terbarukan.

Untuk diketahui, AS memberlakukan kebijakan diskriminatif untuk mineral kritis asal Indonesia lewat Inflation Reduction Act (IRA).

Lewat regulasi itu, pemerintah AS akan mensyaratkan nilai tertentu dari komponen baterai EV harus diproduksi atau dirakit di AS, atau berasal dari negara yang telah memiliki perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) dengan AS. Dominasi perusahaan China pada industri smelter Indonesia juga turut menjadi perhatian pemerintah AS. 

Kebijakan pembatasan AS tersebut menyulitkan Indonesia untuk mengakses peluang ekspor ke pasar-pasar utama komponen baterai EV.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper