Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mencari Solusi Perbaikan Industri Tekstil, Proteksi atau Insentif?

Rencana pemberian insentif fiskal dinilai tak serta merta dapat mendorong kebangkitan industri tekstil yang tengah terkontraksi
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai kebijakan utama yang dapat memperbaiki kinerja industri tekstil saat ini yaitu berupa aturan pengamanan, kendati insentif fiskal juga dapat menjadi stimulus baik untuk industri tersebut. 

Wakil Ketua Umum API David Leonardi mengatakan, pihaknya meminta pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, juga mengatur aturan proteksionis disamping penawaran insentif. 

"Kebutuhan industri TPT [tekstil dan produk tekstil] saat ini adalah penyediaan pasar domestik dan regulasi yang bersifat proteksionis," kata David kepada Bisnis, Kamis (22/8/2024). 

David menerangkan bahwa kebijakan fiskal yang telah dirancang untuk diberikan kepada pelaku usaha memang patut disyukuri sebagai langkah awal dalam meningkatkan aktivitas produksi industri TPT. 

Dalam hal ini dia pun berharap kebijakan fiskal berupa insentif perpajakan menjadi pendorong untuk meningkatkan kebutuhan regulasi yang industri butuhkan. 

"Kemenkeu bisa mendukung kebijakan proteksionis yang diusulkan asosiasi. Penyediaan pasar Indonesia bagi industri TPT Indonesia sangat dibutuhkan industri saat ini," tuturnya. 

Namun, untuk meningkatkan aktivitas produksi dan menyerap kembali tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), industri membutuhkan pengamanan pasar domestik yang belakangan masih dibanjiri barang impor murah. 

"Dengan kebijakan yang pro terhadap perlindungan pasar dalam negeri, maka impor ilegal dan impor borongan dapat teregulasi dan memberikan dampak positif pada ekonomi negara," tuturnya. 

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terdapat peningkatan impor pakaian jadi pada Juli 2024. Adapun, volume impor terjadi pada produk pakaian dan aksesoris rajutan (HS 61), serta produk pakaian dan aksesoris bukan rajutan (HS 62).

Secara bulanan, HS 61 naik 55,46% dan HS 62 naik 29,01%. Sebagian besar impor pakaian jadi itu berasal dari China, Vietnam, Bangladesh, Hong Kong, dan Maroko.

Kementerian Perindustrian menilai rencana pemberian insentif fiskal dari relaksasi perpajakan tak serta merta mendorong kebangkitan industri yang tengah terkontraksi, khususnya tekstil dan alas kaki.

Plt Direktur Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Reni Yanita mengatakan, industri tersebut lebih membutuhkan perlindungan pasar. Ketika produksi mampu dilakukan industri lokal, maka pemerintah semestinya tidak lagi membuka keran impor.

"Kalaupun ada insentif itu kan ketika dia untung, kalau tidak untung juga tidak akan berdampak banyak," kata Reni saat ditemui di Kantor Kemenperin, Selasa (20/8/2024).

Dia mencontohkan insentif tax holiday atau pengurangan tarif PPh badan yang hanya berlaku bagi industri yang memiliki keuntungan. Singkatnya, insentif tersebut tak akan berdampak diterapkan pada industri yang masih merugi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper