Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mendorong agar kebijakan tax holiday alias insentif pajak dirombak oleh pemerintahan presiden terpilih periode 2024—2029 Prabowo Subianto.
Terlebih, pemerintah memproyeksikan nilai belanja perpajakan (insentif pajak) sebesar Rp445,5 triliun pada 2025 atau naik sebesar 11,4% dibandingkan nilai tahun ini yang diperkirakan mencapai Rp399,9 triliun.
Faisal melihat, selama ini kebijakan tax holiday seakan tidak menguntungkan apa-apa untuk negara. Dia mencontohkan, pemerintah sempat memberikan tax holiday kepada perusahaan smelter nikel asal China.
Padahal, sambungnya, biji nikel yang diolah menjadi feronikel hampir 100% diekspor kembali ke China. Oleh sebab itu, Faisal menganggap negara tidak mendapatkan keuntungan apa-apa dari kebijakan tax holiday seperti itu.
"Sekarang tax holiday-nya kita enggak dapat apa-apa sehingga kita dapatnya minus gitu," menurutnya, ketika ditemui di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (21/8/2024).
Padahal, lanjut Faisal, kebijakan tax holiday sangat bagus untuk memancing investor membangun pabrik di Indonesia.
Baca Juga
Dia pun mendorong agar pemerintahan Prabowo merombak kebijakan tax holiday saat ini. Hanya saja, Faisal menegaskan harus ada hitung-hitungan yang jelas.
"Insentif pajak dikasih 10 tapi nanti nilai tambahnya 20, jadi netonya positif. That's tax holiday [itu intensif pajak] yang bener," katanya.
Lebih lanjut, Faisal menegaskan seharusnya tax holiday ditujukan kepada industri manufaktur, bukan industri pertambangan atau sumber daya alam. Menurutnya, investor akan datang dengan sendirinya apabila Indonesia mempunyai nikel.
Oleh sebab itu, dia masih menunggu perincian belanja perpajakan senilai Rp445,5 triliun pada tahun depan ditujukan ke mana.
Sebagai informasi, berdasarkan Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025, belanja perpajakan terbesar pada 2025 yaitu berupa pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang diperkirakan mencapai Rp265,6 triliun, diikuti pajak penghasilan (PPh) yang sebesar Rp144,7 triliun.
Pemerintah menulis, belanja perpajakan disusun dengan memperhatikan kebutuhan setiap sektor ekonomi seperti menjaga daya beli masyarakat, mendorong investasi, meningkatkan riset dan inovasi, pengembangan SDM, serta penguatan UMKM.