Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mengantisipasi potensi nilai tukar rupiah melemah tahun depan, dengan mematok asumsi kurs pada level Rp16.100 per dolar Amerika Serikat (AS) pada 2025.
Proyeksi nilai tukar tersebut di atas level yang telah disepakati Pemerintah dan Badan Anggaran DPR RI sebelumnya, yaitu pada kisaran Rp15.300 hingga Rp15.900 per dolar AS.
Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede mengatakan bahwa potensi pelemahan nilai tukar rupiah pada tahun depan yang tercermin dari proyeksi tersebut akan membawa sejumlah risiko, terutama pada biaya biaya belanja pemerintah, seperti subsidi energi dan bunga utang, yang sebagian besar berdenominasi dolar AS.
Menurutnya, hal ini pun memberikan konsekuensi pada ruang fiskal pemerintah yang akan semakin sempit, khususnya untuk belanja nonprioritas atau belanja yang tidak langsung mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Risiko tersebut semakin besar jika terjadi kenaikan imbal hasil SBN atau capital outflow yang memperberat beban pembiayaan utang," katanya kepada Bisnis, Senin (20/8/2024).
Sementara itu, Josua mengatakan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS cenderung terus menunjukkan penguatan pada paruh kedua 2024 seiring dengan naiknya sentimen positif, baik yang bersumber dari luar negeri maupun dalam negeri.
Baca Juga
Dia menjelaskan, dari luar negeri, terutama dari AS, data-data terkini menunjukkan bahwa soft landing ekonomi AS kemungkinan akan terjadi, dimana tanda-tanda perlambatan ekonomi AS semakin terlihat, tapi tidak sampai mengakibatkan resesi.
Penurunan tingkat inflasi di AS terus berlanjut dan tingkat pengangguran meningkat, tapi dalam tingkat yang terjaga. Pada saat yang sama, kinerja sektor riil di AS mulai melambat.
Oleh karena itu, sentimen risk on di pasar keuangan global cenderung menguat karena perkembangan data-data ekonomi AS semakin membuka ruang pemangkasan suku bunga kebijakan the Fed pada tahun ini.
"Hal ini memicu capital inflow ke negara-negara berisiko yang menawarkan return aset keuangan yang lebih tinggi, seperti negara-negara emerging market di Asia, termasuk Indonesia," kata Josua.
Lebih lanjut, imbuhnya, daya tarik Indonesia sebagai destinasi investasi pun didukung oleh faktor dalam negeri, seiring dengan outlook ekonomi Indonesia yang dinilai positif dengan pertumbuhan ekonomi yang terjaga dan Inflasi yang terkendali.
Pada kesempatan berbeda, Kepala Badan Kebijakan fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menyampaikan bahwa nilai tukar rupiah yang diproyeksikan pada level Rp16.100 pada 2025 merupakan bentuk kehati-hatian dan antisipasi pemerintah terhadap risiko global.
Kendati demikian, febrio mengatakan bahwa dalam jangka pendek, peluang rupiah tetap menguat cukup besar. Apalagi, potensi penurunan suku bunga the Fed sangat terbuka tahun ini.
"Confidence dari investor juga cukup tinggi, ini terbukti dalam 1—2 minggu terakhir kita memang mendapatkan cukup banyak capital inflow. Sehingga kita juga bisa melihat rupiahnya cukup ke arah stabil, juga suku bunga kita [SBN] juga membaik. Kita tetap akan waspada untuk perkembangan ke depan," kata dia.