Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PHK Massal dan Kenaikan Harga Pangan Bikin Daya Beli Masyarakat Turun

PHK massal dan kenaikan harga pangan disebut sebagai biang kerok penurunan daya beli masyarakat
Sejumlah simpatisan Partai Buruh membawa poster saat berunjuk rasa di Jalan Medan Merdeka Selatan, kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Sabtu (14/1/2023). Partai Buruh menyuarakan agar pemerintah mendengarkan suara pekerja perempuan untuk memperoleh cuti haid dan tak mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak serta menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/YU
Sejumlah simpatisan Partai Buruh membawa poster saat berunjuk rasa di Jalan Medan Merdeka Selatan, kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Sabtu (14/1/2023). Partai Buruh menyuarakan agar pemerintah mendengarkan suara pekerja perempuan untuk memperoleh cuti haid dan tak mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak serta menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/YU

Bisnis.com, JAKARTA - Aktivis Buruh Nasional sekaligus Presiden Women Committee Asia Pasifik di UNI Apro Mirah Sumirat mengungkapkan bahwa maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) telah membuat jumlah buruh dan daya beli masyarakat menurun.

Mirah Sumirat menyampaikan, masyarakat yang ter-PHK mayoritas beralih menjadi wirausaha skala kecil seperti pedagang kaki lima.

Hal ini diperkuat dengan bertambahnya jumlah pekerja di sektor informal di Indonesia dalam lima tahun terakhir di mana jumlahnya meningkat jadi 84,13 juta pada Februari 2024, dari sebelumnya 74,09 juta pada Februari 2019.

“Artinya mereka memiliki pendapatan tidak tetap dan cenderung bertambah miskin, sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup layak. Sebagian lagi beralih menjadi driver online, kerja serabutan, dan lainnya,” kata Mirah dalam keterangan resminya, dikutip Minggu (11/8/2024).

Selain maraknya PHK, Mirah juga mengungkap penyebab lain daya beli masyarakat menurun. Di antaranya, kebijakan upah murah yang sudah ada sejak Peraturan Pemerintah (PP) No.78/2015 tentang Pengupahan.

Menurutnya, kebijakan ini telah mereduksi fungsi dewan pengupahan dan mereduksi komponen perhitungan upah dalam hal ini menghilangkan Komponen Hidup Layak (KHL). Terbitnya Undang-undang Cipta Kerja juga semakin menegaskan PP No.78/2015 mengenai upah murah.

Melonjaknya harga pangan dan kebutuhan dasar juga menjadi pemicu turunnya daya beli masyarakat. Mirah menuturkan, harga kebutuhan pokok sejak 2021 tidak terkendali dan kenaikannya sekitar 20%.

“Kebijakan politik upah murah ini  terbukti membuat kesenjangan antara  kaya dan miskin semakin melebar, ini bisa berakibat tidak baik untuk kita berbangsa dan bernegara,” tuturnya.

Tidak hanya itu, keputusan pemerintah untuk mengerek pajak telah membuat harga barang ikut naik.

Alih-alih menaikkan pajak, Mirah menyebut bahwa pemerintah seharusnya menurunkan pajak agar dapat menekan harga. Selain itu, pemerintah disebut perlu mencari sumber dana lain untuk memenuhi kebutuhan belanja negara dan membayar utang pemerintah.

Mirah juga meminta pemerintah untuk tetap mempertahankan subsidi untuk rakyat seperti listrik, gas LPG 3 kilogram, dan BBM untuk menjaga daya beli masyarakat.

Di sisi lain, Mirah mengungkap bahwa sebagian kelas menengah ke bawah kesulitan untuk menambah penghasilan lantaran hanya mengandalkan upah yang tidak memadai untuk hidup layak. Akibatnya, beberapa diantaranya mengambil jalan pintas melalui judi online dan pinjaman online untuk mendapat penghasilan tambahan secara instan.

Mirah mengatakan bahwa tidak heran banyak kasus bunuh diri akibat judi online dan pinjaman online, produktivitasnya menurun, meningkatnya angka perceraian, dan potensi ekonomi negara yang hilang hingga ratusan triliun Rupiah.

Oleh karena itu, dia mengharapkan agar permasalahan-permasalahan ini dapat segera diselesaikan. Dengan begitu, masyarakat dapat hidup sejahtera dan layak sesuai dengan amanat UUD 1945.

“Permasalahan tersebut  jangan dibiarkan berlarut larut, harus segera dicarikan solusinya,” ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper