Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Marak Produk Impor-PHK Massal Tekstil, Pengusaha Diminta Manfaatkan Teknologi

Industri tekstil dinilai perlu meningkatkan adopsi pemanfaatan teknologi digital agar mampu bersaing dengan produk tekstil impor.
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat Ketenagakerjaan Payaman Simanjuntak menilai perlu dilakukan sejumlah upaya untuk menyelamatkan industri tekstil, salah satunya dengan menggunakan teknologi agar mampu bersaing dengan produk tekstil impor.

Payaman menyebut, produktivitas perusahaan tekstil Tanah Air selama ini tergolong rendah lantaran belum menggunakan teknologi digital. Selain itu, daya saing terhadap tekstil impor juga sangat rendah.

“Impor tekstil akhir-akhir ini sangat besar, termasuk impor ilegal, bahkan impor pakaian bekas. Akibatnya produk dalam negeri tidak dapat dipasarkan dan PHK [pemutusan hubungan kerja] terpaksa dilakukan,” ungkapnya kepada Bisnis, Rabu (7/8/2024).

Untuk mengatasi hal tersebut, menurutnya, perlu ada upaya yang dilakukan, baik pemerintah maupun pelaku usaha itu sendiri. Sebagai regulator, Payaman menyebut bahwa pemerintah perlu membatasi impor tekstil dan mengawasi impor ilegal.

Lalu, lanjutnya, pengusaha tekstil Tanah Air perlu mempersiapkan diri untuk menggunakan teknologi digital agar dapat bersaing dengan tekstil impor. Hanya saja, hal ini tentu akan menambah daftar PHK di Indonesia.

“Untuk itu pemerintah, pengusaha, dan pekerja sendiri perlu mempersiapkan diri untuk alih profesi,” ujarnya. 

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan industri tekstil dan pakaian jadi terhadap produk domestik bruto mengalami perlambatan pada kuartal II/2024.  Industri tekstil dan pakaian jadi pada triwulan II/2024 itu terkontraksi -0,03% year-on-year/yoy). Padahal, industri ini masih tumbuh positif di level 2,64% secara tahunan pada kuartal I/2024, kala industri tengah diterpa isu PHK dan penutupan pabrik.

Adapun, tren penurunan permintaan produk tekstil dan pakaian jadi produksi dalam negeri diperkirakan masih akan terjadi hingga 2 tahun ke depan. Analis Senior Indonesia Strategic and Economics Action Institution Ronny P. Sasmita menilai tren penurunan ini dipicu oleh sejumlah faktor. 

Pertama, daya saing produk tekstil dan pakaian jadi dalam negeri semakin tergerus oleh produk impor yang sangat murah. Kedua, adanya pelemahan daya beli di tingkat kelas menengah.

“Ini berakibat pada perubahan preferensi perilaku membeli produk tekstil dan pakaian jadi yang lebih murah,” ungkap Ronny kepada Bisnis, Rabu (7/8/2024).

Untuk memperbaiki kondisi ini dalam 2 tahun ke depan, Ronny menyebut bahwa perlu adanya perubahan kebijakan oleh pemerintahan mendatang, di antaranya dengan membuat kebijakan yang pro modernisasi sektor manufaktur Tanah Air, utamanya untuk tekstil dan pakaian jadi.

Selain itu, pemerintah perlu menghadirkan kebijakan yang terkait dengan penguatan daya beli masyarakat. Kebijakan ini, kata dia, diharapkan dapat meningkatkan permintaan dalam negeri atas produk domestik.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper