Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investasi Sektor Sekunder Melempem, Hilirisasi jadi Solusi?

Nilai investasi sekunder lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi PMDN di sektor primer. Benarkah hilirisasi bisa jadi solusi?
Teknisi mengoperasikan mesin di bagian pengemasan produk di Pabrik Susu Ultra High Temperature (UHT) PT Ultrajaya Milk Industri Tbk di Cimareme, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Bisnis/Rachman
Teknisi mengoperasikan mesin di bagian pengemasan produk di Pabrik Susu Ultra High Temperature (UHT) PT Ultrajaya Milk Industri Tbk di Cimareme, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) di sektor sekunder mencapai Rp94,8 triliun sepanjang semester I/2024.

Nilai investasi tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi PMDN di sektor primer yang sebesar Rp100,9 triliun, bahkan jauh di bawah realisasi PMDN di sektor tersier yang mencapai Rp212,5 triliun pada semester I/2024.

Jika dilihat secara proporsinya, PMDN di sektor sekunder pada semester I/2024 sebesar 23,2%, di bawah sektor primer yang sebesar 24,7% dan sektor tersier 52,1%.

Sementara dilihat dari trennya, porsi PMDN di sektor sekunder, yang lebih banyak menyerap tenaga kerja tersebut, cenderung mengalami penurunan, dari 25,4% pada 2023 dan 26% pada 2022.

Head of Macroeconomic and Financial Market Research Bank Permata Faisal Rachman mengatakan bahwa untuk PMDN sektor sekunder, industri dengan kontribusi tertinggi, yaitu food industry yang mencapai 30% dari PMDN sektor sekunder.

Menurutnya, penurunan kontribusi PMDN sektor sekunder kemungkinan berkaitan dengan menurunnya produksi pangan akibat El Nino pada semester pertama 2024, sehingga menurunkan pertumbuhan PMDN pada industri makanan. 

"Pola yang sama juga terlihat pada pertumbuhan PMDN sektor primer untuk food crops," jelasnya kepada Bisnis, Selasa (30/7/2024). 

Sementara itu, kontribusi tertinggi pada PMDN sektor tersier, yaitu sektor transportasi, pergudangan, dan komunikasi, atau sekitar 27%, yang pertumbuhannya juga terus meningkat.

Kondisi tersebut, kata dia, didorong oleh tingginya permintaan terkait ekonomi digital yang mana kebutuhan digital dan transaksi digital, serta aktivitas ritel digital memang meningkat cukup tinggi, terutama pascapandemi.

Faisal menilai pemerintah perlu terus memperluas program hilirisasi agar bisa memacu peningkatan investasi di sektor sekunder.

Hal ini dikarenakan, struktur ekonomi Indonesia yang masih cukup terkait erat dengan komoditas mentah menyebabkan kinerja investasi sektor sekunder menjadi tertahan.

“Program hilirisasi harus diperluas sehingga dapat memperpanjang domestic supply chain, guna memicu peningkatan investasi pada sektor sekunder,” katanya. 

Selain itu, Faisal mengatakan bahwa pemerintah juga perlu meningkatkan peran Indonesia dalam rantai pasok global yang akan semakin mendorong pertumbuhan investasi pada sektor sekunder. 

“Kebijakan tersebut perlu diperlukan untuk dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan,” kata dia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper