Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah menargetkan investasi sebesar Rp1.650 triliun pada tahun ini, namun pencapaian target tersebut dinilai tidak mudah karena masih banyak hambatan di dalam negeri.
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef, Andry Satrio Nugroho, mengungkapkan sejumlah alasan yang membuat investor enggan berinvestasi di Indonesia. Salah satu hambatan utama adalah peraturan yang sering berubah-ubah, terutama terkait impor ilegal yang masih marak, sementara perlindungan terhadap industri dalam negeri, khususnya bahan baku, belum optimal.
"Produk hilir terkena impor ilegal, sedangkan produk hulu tidak dilindungi dari impor, sehingga minat investor untuk berinvestasi menurun," kata Andry kepada Bisnis, Minggu (28/7/2024).
Dia menambahkan pasar Indonesia memiliki potensi besar untuk menghidupkan kembali industri dalam negeri jika perlindungan ditingkatkan, sehingga bisa menarik minat investor.
Hambatan lainnya adalah percepatan hilirisasi yang terkendala oleh tumpang tindih aturan dari pemerintah. "Percepatan hilirisasi terhambat karena ada yang memberikan insentif besar-besaran, sementara kementerian lain memberikan disinsentif," jelasnya.
Ego sektoral juga menjadi masalah, meskipun sudah ada sistem online single submission (OSS), integrasi antar kementerian masih belum sempurna karena adanya kepentingan masing-masing. Menurut Andry, target investasi seharusnya menjadi tanggung jawab semua kementerian, bukan hanya Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Baca Juga
Andry juga menyebut bahwa insentif investasi tidak hanya diberikan oleh Kementerian Investasi, tetapi juga oleh kementerian lain seperti Kementerian Perindustrian yang memberikan insentif restrukturisasi mesin baru. Sebaliknya, beberapa faktor memberikan disinsentif bagi investasi, seperti perizinan lingkungan di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KHLK) yang justru memberatkan investasi.
Contoh lainnya adalah pelonggaran larangan dan pembatasan impor oleh Kementerian Perdagangan, seperti pencabutan Permendag No. 36/2023, yang mengakibatkan batalnya investasi di industri petrokimia. "Ada rencana investasi industri petrokimia yang batal karena perubahan kebijakan tersebut," tambah Andry.
Dengan berbagai hambatan tersebut, target investasi sebesar Rp1.650 triliun tahun ini dinilai sangat menantang untuk dicapai.