Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Goldman Sachs: China Tahan Stimulus Fiskal untuk Hadapi Ancaman Trump

Ekonom Goldman Sachs menyatakan bahwa kebijakan ekonomi China dipengaruhi oleh pergerakan Donald Trump di Pilpres AS 2024.
Bendera Amerika Serikat dan China dipasang sebelum pertemuan antara Menteri Keuangan AS Janet Yellen dan Wakil Perdana Menteri Tiongkok He Lifeng di Wisma Negara Diaoyutai di Beijing, Tiongkok, Sabtu, 8 Juli 2023./Reuters
Bendera Amerika Serikat dan China dipasang sebelum pertemuan antara Menteri Keuangan AS Janet Yellen dan Wakil Perdana Menteri Tiongkok He Lifeng di Wisma Negara Diaoyutai di Beijing, Tiongkok, Sabtu, 8 Juli 2023./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Goldman Sachs Group Inc. menyatakan bahwa kebijakan ekonomi China kemungkinan dipengaruhi oleh nasib Donald Trump di Pilpres AS 2024. 

Kepala ekonom Goldman untuk Asia Pasifik Andrew Tilton mengatakan bahwa salah satu alasan mengapa China berhati-hati dalam melakukan banyak stimulus fiskal atau stimulus sisi permintaan adalah risiko Trump. 

"Dan saya pikir sebagian logikanya adalah: 'mari kita simpan amunisi jika kita perlu melakukan lebih banyak lagi pada tahun 2025,” ujarnya dalam wawancara Bloomberg pada Selasa waktu setempat (23/7/2024). 

Calon Presiden Partai Republik Donald Trump telah berjanji memberlakukan tarif 60% pada impor China jika terpilih kembali sebagai Presiden AS. Menurut Goldman, hal ini dapat mengancam ekspor dan manufaktur China, dan dapat mengurangi sekitar dua poin persentase dari pertumbuhan ekonomi riilnya. 

Para ekonom semakin mendesak China untuk meningkatkan defisit anggaran dan menjual surat utang negara untuk mendongkrak ekonomi di tengah melemahnya konsumsi dari bisnis dan rumah tangga. 

Namun, para pembuat kebijakan mungkin lebih memilih pengekangan fiskal karena hal-hal tersebut dapat menjadi kurang efektif di masa depan, yakni ketika dibutuhkan untuk menangkal dampak tarif. 

Pengeluaran pemerintah China secara keseluruhan telah turun hampir 3% pada paruh pertama 2024 sejak tahun lalu. 

China mengalami kesulitan dalam meningkatkan permintaan domestik dan membalikkan penurunan di sektor real estat dan konsumsi, dengan pertumbuhan ekonomi tahun ini bergantung pada ekspor barang. Pembatasan perdagangan dari mitra dagang memperumit strategi ini.

Semakin banyak negara yang juga memberlakukan tarif pada impor China, termasuk AS dan Uni Eropa. Sang Tanah Air sedang menyelidiki tarif pada sejumlah barang konsumen, yang menunjukkan bahwa kekhawatiran tersebut jauh melampaui sekadar baja dan teknologi energi terbarukan.

Adapun, terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden juga dapat membawa dampak regional di luar China, yang mungkin saja akan menaikkan tarif pada mitra dagang lain yang mengalami defisit besar dengan AS.

Tilton mengatakan bahwa negara-negara seperti Vietnam, yang diuntungkan oleh ketegangan perdagangan AS-China mungkin akan menjadi sasaran.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper