Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ancaman Perang Dagang AS vs China Setelah Joe Biden Mundur dari Pilpres AS

Akankah perang dagang antara AS vs China kembali memanas usai Joe Biden mundur dari Pilpres AS 2024?
Presiden China Xi Jinping melambai saat dia berjalan bersama Presiden AS Joe Biden di perkebunan Filoli di sela-sela KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC), di Woodside, California, AS, 15 November 2023. REUTERS/Kevin Lamarque
Presiden China Xi Jinping melambai saat dia berjalan bersama Presiden AS Joe Biden di perkebunan Filoli di sela-sela KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC), di Woodside, California, AS, 15 November 2023. REUTERS/Kevin Lamarque

Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden secara mengejutkan mundur dari kontestasi Pilpres AS. Kini, Wakil Presiden AS Kamala Harris mungkin akan menjadi calon dari Partai Demokrat dan melawan Donald Trump. 

Berdasarkan laporan Reuters dari berbagai sumber, Harris memperoleh dukungan pada Senin (22/7) dari mayoritas delegasi ke Konvensi Nasional Demokrat, yang mungkin memastikan ia menjadi calon presiden pada bulan depan. 

Dalam penampilan publik pertama setelah mundurnya Joe Biden, Kamala Harris menggalang pendukung pada Senin (22/7/2024) dengan pidato kampanye perdana yang bersumpah untuk mengejar Trump seperti jaksa pengadilan yang dulu pernah ia lakoni. 

"Saya melawan semua jenis pelaku. Predator yang melecehkan wanita, penipu yang menipu konsumen, penipu yang melanggar aturan demi keuntungan mereka sendiri," pungkas Harris, seperti dikutip dari ReutersSelasa (23/7). 

Di lain sisi, tim kampanye Donald Trump Karoline Leavitt, menanggapi komentar Harris dengan mengatakan bahwa ia sama tidak kompetennya dengan Joe Biden. Bahkan, Harris dinilai lebih liberal. 

Calon Presiden dari Partai Republik Donald Trump, pada Minggu (20/7) juga mengatakan bahwa Harris lebih mudah dikalahkan dalam pemilihan November 2024 mendatang. 

“Harris akan lebih mudah dikalahkan daripada Joe Biden,” pungkas Trump kepada CNN International. 

Mengutip Sky News, berdasarkan data dari Betfair Exchange menunjukan bahwa kala Biden mendukung Harris pada Minggu (20/7) peluang Harris mengingkat enam poin persentase menjadi 23%.

Kemudian, sehari setelahnya, seiring dengan banyaknya dukungan yang masuk dari para petinggi Demokrat, peluang Harris pada Senin (21/7) meningkat menjadi 29%. 

Angka tersebut kemudian menjadi catatan tertinggi bagi Harris pada saat ini.

Namun, Harris masih tertinggal 33 poin persentase di belakang Trump. 

Namun, hal yang menarik adalah peluang kemenangan Harris lebih tinggi dibandingkan peluang kemenangan Biden dan Trump pada 2021. 

Banyaknya kesalahan yang dibuat Biden seperti memperkenalkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy sebagai Vladimir Putin, dan performa di saat debat perdana menyebabkan Trump menikmati keunggulan yang sangat tinggi atas presiden AS saat ini selama sebulan terakhir. 

Lantas, bagaimana Hubungan AS-China Jika Trump Menang?

Kelanjutan Perang Dagang AS vs China

Mengutip Bloombergberdasarkan temuan Goldman Sachs Group pada Februari 2024, para investor China dikatakan khawatir akan kemenangan Trump pada November 2024. 

Hal tersebut dilaporkan setelah Goldman melakukan survei dan wawancara terhadap sejumlah kliennya di Beijing dan Shanghai yang meliputi pengelola reksa dana, pengelola dana ekuitas swasta dan manajer aset di perusahaan-perusahaan asuransi. 

Washington Post, pada Januari 2024, juga melaporkan Trump tengah mempertimbangkan opsi-opsi untuk melakukan serangan ekonomi baru yang besar terhadap China, jika terpilih kembali sebagai Presiden AS.

Presiden dan CEO George H. W. Bush Foundation for US-China Relations David Direstein memperkirakan bahwa pemilu di AS akan berdampak banyak pada hubungan kedua negara. 

"Siapapun yang memenangkan pemilihan presiden 2024, apakah itu Biden atau Trump, saya rasa tidak akan ada perbedaan dalam cara AS mendekati China, apakah itu investasi, transfer teknologi, atau perdagangan AS," ujar Firestein.

Pada saat yang sama, dia juga mengatakan dapat melihat mengapa China sangat senang dengan prospek kemenangan Trump pada 2024. 

Trump dilaporkan telah berdiskusi dengan penasihatnya mengenai kemungkinan pengenaan tarif flat 60% untuk semua impor China.

Namun, dalam wawancara dengan Fox News, Trump mengatakan bahwa tarif impor dapat lebih tinggi dari itu. 

Calon Wakil Presiden AS dari partai Republik JD Vance juga menyebut China sebagai ancaman terbesar dalam wawancara dengan Fox News pada Senin (15/7)

Vance sebelumnya pernah melayangkan kritik terhadap China, dengan menyerukan tarif luas untuk barang-barang China.

Dia juga menganjurkan untuk mengembalikan pabrik-pabrik perusahaan AS ke dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan pada China. 

Baru-baru ini, Trump juga menegaskan kembali keterbukaan bagi produsen mobil China untuk memproduksi mobil di AS untuk mendongkrak perekonomian. 

Langkah ini juga merupakan pendekatan yang berbeda dari pemerintahan Biden, yang berupaya mencegah masuknya kendaraan yang berhubungan dengan China. 

Calon dari Partai Demokrat tersebut juga mengatakan bahwa kini pabrik-pabrik besar tengah dibangun di seberang perbatasan Meksiko oleh China untuk membuat mobil dan dijual di AS.

"Pabrik-pabrik itu akan dibangun di Amerika Serikat dan orang-orang kita akan mengelola pabrik-pabrik itu," jelas Trump.

Dia menambahkan bahwa jika tidak, ia akan mengenakan tarif sebesar 200% pada setiap mobil untuk mencegahnya masuk ke negara itu.

Tanggapan China Terhadap Harris

Mengutip BloombergChina secara resmi menghindari berkomentar tentang masuknya Harris ke dalam pilpres AS.

Namun, media yang didukung negara dan pengguna media sosial menggambarkannya sebagai wakil presiden yang lemah yang pencalonannya tidak menghadirkan ancaman besar bagi ekonomi terbesar kedua di dunia.

The Global Times, media yang didukung Partai Komunis, mengutip para ahli China yang menyebut kinerja Harris di Gedung Putih "biasa-biasa saja" dan mengklaim dia kurang memiliki "pengalaman dan prestasi untuk menjabat sebagai presiden." 

Media yang dikelola negara lainnya menyoroti klaim kampanye Donald Trump bahwa Harris akan "lebih mudah dikalahkan" daripada presiden saat ini.

Sebuah jajak pendapat online dari 12.000 pengguna platform tersebut menemukan hampir 80% percaya Partai Republik akan menang dalam pemilihan November 2024, tanpa menggambarkannya sebagai hasil yang negatif.

Sebagian besar analis setuju Harris, setidaknya pada awalnya, akan membawa kontinuitas dalam kebijakan perdagangan dan luar negeri, yang berarti sedikit dampak bagi China terkait pergantian calon Demokrat yang mungkin terjadi.

Nasib Hubungan AS-China

Profesor hubungan internasional di Universitas Normal China Timur Shanghai, Josef Gregory Mahoney, kemudian mengatakan bahwa pada level Biden, Trump, atau Harris, hanya masalah gaya. 

Dia menilai pada dasarnya presiden berikutnya harus mewakili kepentingan ekonomi dan strategi AS. 

Ketegangan antara ekonomi terbesar di dunia telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir akibat agresi militer China terhadap Taiwan, dan kampanye AS untuk memutus hubungan dengan Negeri Tirai Bambu.

"Kedua partai [Demokrat dan Republik] tidak memiliki banyak perbedaan dalam hal China," pungkas Mantan peneliti di Tentara Pembebasan Rakyat yang sekarang menjadi direktur penelitian Amerika di Grandview Institution, Zhu Junwei, seperti dikutip dari Bloomberg


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper