Bisnis.com, JAKARTA - Thailand berusaha untuk mengatur kembali industri ganja yang berkembang pesat melalui undang-undang (UU).
Hal itu berpotensi mengesampingkan rencana untuk membalikkan kebijakan dekriminalisasi ganja yang terkenal di negara itu setelah mendapat tentangan dari dalam koalisi yang berkuasa, yaitu Perdana Menteri Srettha Thavisin.
"Pemerintah akan membahas rencana rancangan undang-undang untuk mengatur industri ganja dan penggunaan tanaman yang lebih luas, atau partai politik dapat mengajukan rancangan mereka ke parlemen," kata Anutin Charnvirakul, pemimpin Partai Bhumjaithai, kelompok terbesar kedua dalam pemerintahan PM Srettha Thavisin dilansir dari Bloomberg, Selasa (23/7/2023).
Partai Bhumjaithai yang dipimpin Anutin mempelopori dorongan dekriminalisasi oleh pemerintah sebelumnya yang didukung oleh militer setelah menjadikannya sebagai kampanye utama dalam pemilihan umum.
Meskipun rinciannya belum jelas, langkah yang mendukung RUU industri ganja mengisyaratkan penghentian rencana kontroversial Srettha untuk melarang ganja hanya dua tahun setelah dekriminalisasi yang bersejarah.
Kebijakan yang sudah berjalan itu, meskipun belum mendapat persetujuan dari Badan Pengawas Narkotika.
"Sebagai anggota dewan, saya bersumpah untuk memberikan suara menentang rencana tersebut," ujar Anutin.
Sebelumnya diberitakan, PM Thailand Srettha Thavisin akan melarang penggunaan ganja untuk rekreasi pada akhir 2024. Meski demikian, pemerintah tetap mengizinkan penggunaannya untuk tujuan medis.
Dilansir dari Reurters, Thailand menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang membebaskan penggunaan ganja untuk pengobatan pada tahun 2018, dan kemudian untuk rekreasi pada 2022, puluhan ribu toko ganja bermunculan di industri yang diproyeksikan bernilai hingga US$1,2 miliar pada tahun depan.