Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Surplus Neraca Perdagangan Juni 2024 Diperkirakan Naik jadi US$4,05 Miliar

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Juni 2024 akan mencapai US$4,05 miliar.
Ilustrasi kapal mengangkut kontainer untuk diekspor ke luar negeri. JIBI/Rifki
Ilustrasi kapal mengangkut kontainer untuk diekspor ke luar negeri. JIBI/Rifki

Bisnis.com, JAKARTA – Surplus neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2024 diperkirakan lebih tinggi jika dibandingkan dengan capaian pada bulan sebelumnya.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Juni 2024 akan mencapai US$4,05 miliar.

Surplus tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan surplus pada bulan sebelumnya yang sebesar US$2,93 miliar.

“Peningkatan surplus perdagangan terutama didorong oleh laju bulanan impor yang terkontraksi lebih dalam dibandingkan kontraksi laju bulanan ekspor,” kata Josua kepada Bisnis, Sabtu (13/7/2024).

Menurut Josua, laju bulanan ekspor dan impor yang akan mengalami kontraksi disebabkan oleh aktivitas manufaktur yang turun, baik secara global maupun domestik.

Dia memperkirakan, ekspor pada Juni 2024 akan mengalami kontraksi sebesar 2,38% secara bulanan (month-to-month/mtm).

Di samping aktivitas manufaktur yang melemah, harga komoditas global, terutama komoditas utama ekspor Indonesia, mencatatkan penurunan pada Juni 2024.

“Harga batu bara, nikel, dan tembaga mengalami penurunan masing-masing sebesar 4,9% mtm, 10,7% mtm, dan 4,8% mtm,” jelasnya.

Di sisi lain, ekspor secara tahunan diperkirakan meningkat sebesar 5,38% (year-on-year/yoy), lebih tinggi dari 2,86% yoy pada Mei 2024. 

Sementara itu, kinerja impor diperkirakan mengalami kontraksi lebih dalam, sebesar 8,53% mom atau secara tahunan tumbuh positif 3,46% yoy.

Josua menjelaskan pendorong utama kontraksi impor bulanan adalah melemahnya aktivitas manufaktur domestik, tecermin dari PMI Manufaktur Indonesia yang turun cukup signifikan menjadi 50,7 pada Juni 2024, dari bulan sebelumnya tercatat 52,1. 

“Pelemahan aktivitas manufaktur pada Juni 2024 terutama disebabkan oleh tren depresiasi Rupiah, yang menyebabkan sektor riil membatasi kegiatan impor,” kata Josua.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper