Bisnis.com, JAKARTA- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membeberkan strategi pemerintah untuk memperbaiki daya saing industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang amburadul diterpa tsunami barang impor.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan selain pengamanan pasar melalui kebijakan tarif barrier dan non-tarif barrier, industri TPT juga perlu memperbaiki daya saing melalui pembaruan teknologi.
"Kita harus meningkatkan kemampuan teknologi, Kemenperin punya program Making Indonesia 4.0. Jika industri TPT itu menerapkan teknologi tersebut, proses produksinya lebih efisien daya saing produknya jadi meningkat," kata Febri dalam bincang-bincang Factory Hub, dikutip Kamis (4/7/2024).
Untuk diketahui, tahun ini Kemenperin memberikan program restrukturisasi mesin industri TPT dengan anggaran sebesar Rp252 miliar. Program tersebut diharapkan dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi dan kualitas produk industri.
Di sisi lain, Febri juga mendorong perbaikan tata kelola lembaga pembiayaan industri untuk fokus pada perannya memberikan dukungan finansial bagi industri manufaktur, khususnya berorientasi ekspor untuk mendanai penyediaan bahan baku impor, restrukturisasi mesin, biaya logistik, pengiriman ekspor, dan lainnya.
"Kita sering menghadapi juga masalah pembiayaan, nah kita banyak industri manufaktur kita, terutama industri TPT ini kesulitan mendapatkan pembiayaan, memang sudah ada lembaga pembiayaan kita, seperti yang diamanatkan dalam UU Perindustrian," tuturnya.
Baca Juga
Di samping itu, pihaknya juga memfasilitasi lembaga pendidikan untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) industri TPT melalui satuan kerja di bawah binaan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI), yakni Balai Diklat Industri (BDI) Jakarta yang fokus menyelenggarakan Diklat 3in1 untuk memenuhi kebutuhan industri TPT.
"Kita perlu upgrade pekerja di industri TPT, tiap tahun sudah meluluskan banyak SDM untuk bekerja di industri tekstil dan turunannya, Kemenperin punya lembaga pendidikan seperti STT tekstil Bandung, Solo," jelasnya.
Dari sisi kebijakan, Febri menuturkan, Kemenperin tengah mendukung penyesuaian kembali aturan Permendag 8/2024 terkait relaksasi impor untuk dikembalikan kepada Permendag 36/2023 tentang larangan dan pembatasan (lartas) impor.
Kebijakan Permendag 26/2023 beserta turunan aturan yang dibuat melalui Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) terkait dengan Pertimbangan Teknis (Pertek) merupakan upaya untuk menguatkan rantai pasok industri dalam negeri.
"Kita ingin juga rantai pasok di industri TPT ini kuat. Jadi dari mulai hulu, kapas benang, atau dari industri petrokimia, benang, serat, industri pakaian, konveksinya itu semua kalau bisa ada dalam negeri, sehingga nilai tambahnya ada di dalam negeri," pungkasnya.
Dia menilai industri TPT perlu diselamatkan segera dari keterpurukan kinerja. Pasalnya, pada triwulan I tahun 2024, industri TPT mampu menyumbang sebesar 5,84% terhadap PDB sektor manufaktur serta memberikan andil terhadap ekspor nasional sebesar US$11,6 miliar dengan surplus mencapai US$3,2 miliar.
Terlebih, industri TPT juga sebagai sektor padat karya dengan menyerap tenaga kerja lebih dari 3,98 juta tenaga atau memberikan kontribusi sebesar 19,47% terhadap total tenaga kerja di sektor manufaktur pada tahun 2023.