Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data inflasi Juni 2024 pada siang ini, Senin (1/7/2024).
Konsensus ekonom yang dihimpun Bloomberg memperkirakan inflasi bulanan pada Juni 2024 akan tercatat sebesar 0,06% (month-to-month/mtm), dengan estimasi terendah yaitu deflasi 0,06% dan estimasi tertinggi terjadi inflasi 0,19%.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan tingkat inflasi pada Juni 2024 akan mencapai 0,06% secara bulanan.
Secara tahunan, inflasi pada Juni 2024 diperkirakan mencapai 2,65% (year-on-year/yoy). Tingkat inflasi pada periode tersebut diperkirakan lebih rendah dari bulan sebelumnya, yang mencatatkan deflasi 0,03% secara bulanan atau inflasi 2,84% secara tahunan.
Josua memperkirakan pendorong utama inflasi pada Juni 2024 berasal dari komponen inflasi inti, sementara inflasi kelompok harga bergejolak (volatile food) diperkirakan mengalami deflasi bulanan.
“Inflasi harga bergejolak diperkirakan mencatat deflasi bulanan karena penurunan harga pada sebagian besar komoditas pangan, kecuali cabai merah dan cabai rawit, di tengah membaiknya pasokan bahan pangan setelah panen raya pada April dan Mei,” kata Josua kepada Bisnis, Sabtu (29/6/2024).
Baca Juga
Pada periode yang sama, Josua memperkirakan inflasi harga yang diatur pemerintah (administered prices) akan tetap terkendali.
Lebih lanjut, inflasi inti bulanan pada Juni 2024 diperkirakan sedikit meningkat menjadi 0,18% mtm, dari 0,17% pada Mei 2024.
“Peningkatan ini lebih disebabkan oleh depresiasi rupiah yang menyebabkan peningkatan imported inflation,” jelasnya.
Adapun, menurut Josua, inflasi pada tahun ini akan tetap terjaga dalam kisaran 1,5% hingga 3,5%. Meski demikian, dia mengatakan bahwa risiko kenaikan inflasi akan datang dari tarif cukai plastik dan minuman kemasan berpemanis yang rencananya akan diberlakukan pemerintah.
Josua menambahkan, risiko inflasi lainnya dapat berasal dari potensi penyesuaian harga energi jika pelemahan nilai tukar rupiah terus berlanjut.
“Secara keseluruhan, kami melihat tingkat inflasi meningkat secara moderat dari 2,81% pada tahun 2023 menjadi sekitar 3,08% pada akhir 2024,” kata Josua.
Pada kesempatan berbeda, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky memperkirakan inflasi pada Juni 2024 akan mencapai kisaran 2,7% hingga 2,8%.
“Inflasi Juni 2024 dugaan kami akan berada di kisaran 2,7%-2,8% yoy, ini sedikit turun dari bulan sebelumnya 2,84%,” katanya.
Menurut Riefky, inflasi yang melandai pada periode tersebut dikarenakan stok komoditas pangan yang meningkat, seiring dengan dampak el nino yang mulai hilang.
Selain itu, inflasi yang lebih rendah juga dipicu oleh normalisasi konsumsi masyarakat pasca periode Lebaran dan mudik.
“Ini dampak musiman kemarin Lebaran dan peningkatan konsumsi selama periode Lebaran dan mudik, juga tarif transportasi antar kota yang relatif sudah menurun,” jelas Riefky.
Depresiasi Rupiah dan La Nina Bayangi Laju Inflasi
Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) Banjaran Surya Indrastomo memperkirakan inflasi tahunan pada Juni 2024 akan mengalami sedikit peningkatan menjadi sebesar 2,93% yoy.
Menurutnya, laju inflasi pada Juni 2024 didorong oleh efek musiman libur Iduladha dan libur sekolah yang berpotensi mendorong permintaan.
“Sementara itu, pelemahan nilai tukar rupiah sudah relatif terlihat pada neraca perdagangan meski transmisi ke inflasi kami pandang masih cukup terbatas,” katanya.
Banjaran menilai, potensi dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap laju inflasi di dalam negeri masih perlu terus diwaspadai.
Selain itu, risiko lainnya yang perlu diwaspadai adalah kenaikan harga komoditas impor (imported inflation) yang disebabkan oleh disrupsi rantai pasok akibat konflik geopolitik, serta perubahan iklim dan La Nina yang berisiko meningkatkan harga pangan.
Pada konferensi pers APBN Kita, Kamis (27/6/2024), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa inflasi di dalam negeri hingga Mei 2024 cukup terkendali.
Hal ini terutama karena tekanan harga pangan yang memuncak sejak Desember 2023 hingga April sudah mulai mereda.
“Kita lihat kontribusi volatile food terhadap inflasi mulai menunjukkan penurunan, sekarang di 8,14% yoy. Ini tentu memberikan perkembangan positif karena inflasi harga itu menggerus daya beli langsung bagi masyarakat banyak, terutama kelompok masyarakat menengah bawah,” jelasnya.
Sejalan dengan itu, Sri Mulyani menyampaikan bahwa inflasi komponen harga yang diatur pemerintah (administered prices) stabil pada level 1,52% yoy.
“Inflasi inti agak sedikit menunjukkan perkembangan ke atas, tapi tetap pada level di bawah 2%, yaitu 1,93%,” kata dia.
Economist Estimates
Economist |
Firm |
Estimate (%) |
Fikri C Permana |
KB Valbury Sekuritas |
-0.06 |
Cimb Ltd |
0.07 |
|
Miguel Chanco |
Pantheon Macroeconomics Ltd |
0.05 |
Josua Pardede |
PT Bank Permata Tbk |
0.06 |
Rully Arya Wisnubroto |
Pt Mirae Asset Sekuritas Indonesia |
0.06 |
David E Sumual |
Bank Central Asia Tbk PT |
0.19 |
Renno Prawira |
PT Ciptadana Sekuritas Asia |
0.03 |
Hosianna Evalita Situmorang |
Bank Danamon PT |
0.01 |
Aldian Taloputra |
Standard Chartered Bank |
0.03 |
Bank Mandiri Persero Tbk PT |
0.16 |
|
Krystal Tan |
Australia & New Zealand Banking Grp. |
0.1 |
Helmi Arman |
Citigroup Securities Indonesia |
0.04 |
Bank Negara Indonesia Persero Tbk |
0.09 |