Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia masuk juara dengan jumlah perokok terbanyak di dunia. Jumlah perokok muda dan anak terus bertambah, seiring meninggal dan sakitnya perokok dewasa.
Untuk mengendalikan masifnya perokok muda, maka pemerintah menetapkan aturan zona larangan penjualan rokok dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Peraturan Pelaksanaan UU No.17/2023 tentang Kesehatan atau RPP Kesehatan.
Tujuan dari penerapan untuk mencegah perokok anak-anak dari candu nikotin yang berada di dalam rokok. Sebab, sekitar sekolah haruslah menjadi ruang yang aman bagi anak.
Peneliti CISDI, Beladenta Amalia sempat memaparkan data bahwa sebanyak 8,4% perokok di Indonesia mengalami peningkatan pada usia 10-14 tahun.Anak-anak cenderung mengonsumsi rokok karena coba-coba dan mudahnya mendapatkan rokok di sekitar radius 200 meter dari sekolah.
Selain itu, anak-anak juga cenderung membeli rokok dengan cara satuan dengan alasan harga yang relatif murah, dan sesuai dengan kebutuhan pelajar.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey membeberkan, dalam RPP Kesehatan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan berencana membatasi peredaran rokok lewat zona larangan penjualan rokok. Adapun, rencana zona larangan rokok itu tertuang dalam pasal 434 ayat 1 huruf (e) yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan (sekolah) atau tempat bermain anak.
Baca Juga
Menurut Roy, aturan wacana zona larangan penjualan rokok sejauh 200 meter dari satuan pendidikan, kata Roy, dipastikan bakal berdampak terhadap bisnis ritel, khususnya ritel modern.
"Dampaknya ke perdagangan rokok yang ada di ritel itu 5% sampai 8% dari total penjualan [pendapatan ritel]," ujar Roy, Jumat (28/6/2024).
Roy menegaskan bahwa wacana zona larangan penjualan rokok itu bakal menjadi pasal karet. Musababnya, tidak ada kepastian ihwal metode pengukuran hingga pengawasannya. "Menurut kami ini [aturan] sulit dilaksanakan dalam prakteknya di lapangan," ucapnya.
Di sisi lain, Kemenkes beranggapan bahwa bila toko kelontong dan peritel modern tetap menjual rokok di dalam radius 200 meter dari sekolah, maka hal tersebut akan menambah jumlah anak yang candu merokok.
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wahyudi mengatakan selama ini para produsen mengandalkan saluran penjualan rokok di ritel modern maupun warung kelontong. Adanya pembatasan penjualan rokok berbasis zonasi ini dikhawatirkan bakal memukul produktivitas industri rokok.
Negara Tingkat Perokok Tertinggi
Platform Amerika Wisevoter merilis negara dengan tingkat perokok tertinggi yakni negara Nauru sebanyak 48,5%, Myanmar sebanyak 44,1%, dan Serbia 39,80%.
Lalu disusul oleh Papua Nugini (39,3%), Timor Timur (39,2%), Bulgaria (39%), Lebanon (38,2%), Indonesia (37,6%), Latvia (37%), dan Kroasia (36,9%). Namun, dari sisi jumlah perokok, Indonesia menjadi juara, karena memiliki jumlah penduduk terbanyak dan mencatatkan jumlah perokok terbanyak juga.
Wisevoter juga merilis negara-negara dengan tingkat merokok terendah berada di Afrika. Negara-negara tersebut termasuk Ghana dengan tingkat merokok terendah sebesar 3,5%, diikuti oleh Nigeria (3,7%). Negara-negara non-Afrika dengan tingkat merokok yang rendah antara lain Panama (5%), Ethiopia (5,1%), dan Turkmenistan (5,5%).
Tindakan yang diambil oleh pemerintah negara dengan jumlah perokok rendah adalah pembatasan iklan tembakau, pajak produk tembakau yang lebih tinggi, peringatan bergambar pada bungkus rokok, dan undang-undang yang melarang merokok di tempat umum.
Di benua Afrika, pajak rokok merupakan salah satu hukuman favorit pemerintah, karena pajak juga merupakan sumber utama pendapatan pajak. Pajak-pajak ini cenderung meningkatkan harga rokok secara signifikan, sehingga kurang lebih tidak dapat diakses oleh segmen masyarakat tertentu.
Perusahaan rokok juga sering mengklaim telah memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan negara dalam bentuk cukai. Ironinya, biaya kesehatan untuk penanganan penyakit akibat rokok tahun 2020 mendapai 3 kali lipat dari pendapatan cukai.
Dalam catatan Bisnis, pada tahun 2017 penerimaan dari cukai hasil tembakau sebanyak Rp147,7 triliun, sedangkan nilai kerugian ekonomi makro yang timbul akibat konsumsi rokok mencapai Rp 431,8 triliun.
Ada total 4,9 juta kasus penyakit akibat rokok dengan 209.429 kematian pada tahun 2017. Selain itu terdapat pula 21 jenis penyakit yang disebabkan oleh penggunaan produk tembakau dan 11 diantaranya merupakan penyakit kanker.
Kemenkes mencatatkan prevalensi perokok aktif di Indonesia terus meningkat. Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang, dengan 7,4% di antaranya perokok berusia 10-18 tahun. Ini menjadi alarm bahaya saat Indonesia menyambut generasi emas, jika konsumsi rokok tidak dikendalikan.