Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IMF-Bank Dunia Cs Was-was Program Makan Siang Gratis Prabowo

Berikut analisis dari IMF, Bank Dunia, dan ADB soal program makan siang gratis yang diusung Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
Annasa Rizki Kamalina, Jessica Gabriela Soehandoko
Kamis, 27 Juni 2024 | 11:00
Capres Prabowo Subianto (kiri) Cawapres Gibran Rakabuming Raka menyampaikan sambutannya dihadapan para pendukungnya pada Pidato Mengawal Suara Rakyat di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (14/2/2024). Foto Bloomberg
Capres Prabowo Subianto (kiri) Cawapres Gibran Rakabuming Raka menyampaikan sambutannya dihadapan para pendukungnya pada Pidato Mengawal Suara Rakyat di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (14/2/2024). Foto Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Program makan siang gratis atau makan bergizi gratis, yang diusung oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto, ternyata tidak hanya menuai sorotan dari masyarakat di dalam negeri, tetapi dunia internasional. Lembaga keuangan seperti Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunian (World Bank), dan Bank Pembangunan Asia (ADB) turut memberikan catatan kritis atas program tersebut. 

Meski pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming baru akan dilantik pada 20 Oktober mendatang, Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah 'kasak-kusuk' mempersiapkan APBN 2025 untuk pemerintahan selanjutnya, utamanya anggaran makan siang gratis. 

Bahkan, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Anggota Bidang Keuangan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Prabowo-Gibran, Thomas Djiwandono menggelar konferensi pers untuk meluruskan kabar miring tentang program makan siang gratis yang terlanjur beredar di masyarakat. 

Sri Mulyani mengatakan pihaknya sudah berkomunikasi dengan Presiden Terpilih Prabowo Subianto dan tim transisi untuk memberikan kejelasan (clarity) bagaimana program makanan bergizi gratis dapat dimasukkan ke dalam RAPBN 2025. 

"Bapak Prabowo telah menyampaikan beliau telah menyetujui program makan bergizi gratis dilaksanakan secara bertahap. Untuk tahun pertama pemerintahan beliau, atau 2025, telah disepakati alokasi sekitar Rp71 triliun di dalam RAPBN 2025," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers, Senin (24/6/2024). 

Di sisi lain, lembaga internasional seperti Bank Dunia, IMF, hingga ADB juga buka suara dan memberikan beberapa catatan kepada pemerintah Indonesia. Pesan ketiga lembaga tersebut kurang lebih sama, yaitu pemerintahan Prabowo-Gibran harus memperhatikan kesehatan fiskal dan menjaga defisit anggaran sesuai dengan target. 

Catatan IMF, Bank Dunia, ADB soal Program Makan Siang Gratis Prabowo

Berikut catatan (kritik dan saran) IMF, Bank Dunia, dan ADB soal fiskal Indonesia dan program makan siang gratis Prabowo Subianto yang diolah oleh Bisnis.

1. Bank Dunia (World Bank)  

Bank Dunia atau World Bank menyampaikan kajiannya mengenai pengalaman dunia internasional terkait program makan siang gratis atau makan bergizi gratis. 

Dalam laporan terbaru Bank Dunia bertajuk Indonesia Economic Prospect edisi Juni 2024 yang rilis pada Senin (24/6/2024), program makan gratis untuk anak sekolah populer denga istilah school meals

School meals atau secara harfiah berarti makanan sekolah, merupakan intervensi yang sangat popular secara internasional. Bank Dunia mencatat setidaknya pada 2022 terdapat 418 juta anak mendapatkan manfaat dari makanan sekolah di seluruh dunia. 

Bank Dunia menemukan bahwa makanan sekolah dapat memiliki beberapa tujuan, yakni meningkatkan kesehatan dan gizi, meningkatkan kehadiran dan pembelajaran, serta perlindungan sosial.  

Pada saat yang sama, tujuan dari program ini semakin luas mencakup kualitas makanan, peran makanan dalam membangun ketahanan dan respon terhadap goncangan, serta untuk memperkuat hubungan dengan pengembangan pasar lokal.  

“Yang penting, bukti internasional menunjukkan bahwa makanan sekolah paling efektif jika dilengkapi dengan intervensi pendidikan, kesehatan, dan gizi, serta jaring pengaman dasar,” tulis Bank Dunia dalam laporan Indonesia Economic Prospect edisi Juni 2024, dikutip Rabu (26/6/2024). 

Bank Dunia menekankan bahwa dalam penerapan makan siang gratis sangat penting untuk mendefinisikan dan menetapkan tujuan yang jelas untuk program-program tersebut. Hal ini guna memastikan implementasi yang efektif dan intervensi tersebut merupakan cara yang paling hemat biaya untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Dari sisi biaya, modalitas intervensi yang dipilih (makanan, kudapan, atau ransum untuk dibawa pulang), kualitas makanan (komposisi dan ukuran), jenis pengadaan (lokal atau terpusat), jumlah penerima manfaat, dan konteks geografis, logistik, dan kondisi iklim akan sangat mempengaruhi. 

Terkait gizi, makanan sekolah tidak dirancang untuk berdampak pada penurunan angka stunting, karena tidak ditargetkan untuk 1.000 hari pertama kehidupan. Meski demikian, makanan sekolah dapat berdampak pada variasi makanan dan antisipasi anemia anak sekolah. 

Untuk mencapai hasil gizi yang lebih baik, lebih dari 80% program makanan sekolah juga harus memberikan suplementasi zat gizi mikro, pemberian obat cacing, kurikulum pendidikan kesehatan/gizi, dan intervensi kebijakan kesehatan sekolah. 

Adapun, Bank Dunia melihat pemberian makanan ini justru efektif saat suatu negara dilanda persoalan ketahanan pangan. Program ini bermanfaat bagi kesejahteraan ekonomi rumah tangga penerima manfaat. Utamanya, untuk daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi di mana pengeluaran untuk makanan mewakili bagian yang lebih besar dari pendapatan rumah tangga.

“Secara umum, makanan sekolah dapat menjadi efektif jika ada kekhawatiran akan ketahanan pangan,” tulis Bank Dunia. 

Ilustrasi program makan siang gratis di sekolah atau School Meals. Dok Freepik
Ilustrasi program makan siang gratis di sekolah atau School Meals. Dok Freepik

2. Dana Moneter Internasional (IMF) 

Sementara itu, Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) buka suara soal proyeksi perekonomian Indonesia di tengah masa transisi pemerintahan dari Presiden Jokowi kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto. 

Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF Krishna Srinivasan menuturkan bahwa pihaknya melihat adanya lebih banyak penekanan pada kesinambungan kebijakan. Dia juga memeberikan catatan soal meningkatkan pengeluaran anggaran dan langkah-langkah dalam meningkatkan pendapatan negara. 

“Jadi pertanyaannya, kita harus melihat rincian bagaimana rencana fiskal Indonesia pada pemerintahan selanjutnya [kepemimpinan Prabowo Subianto],” tuturnya dalam press briefing Regional Economic Outlook Asia and Pacific IMF pada Selasa (30/4/2024). 

Secara keseluruhan, dia melihat bahwa adanya sebuah kesinambungan dalam reformasi kebijakan antara era Jokowi dan Prabowo, yakni dalam cara Indonesia mencapai kemajuan yang dinilai baik selama ini. Srinivasan melihat bahwa hal ini tercermin dalam fundamental ekonomi RI yang kuat. 

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF Thomas Heflin, mengatakan bahwa pemerintah harus memainkan peran penting dalam menutup kesenjangan infrastruktur, pendidikan serta mendorong reformasi tata kelola pemerintahan.

Selain pendidikan dan infrastruktur, Heflin mengatakan bahwa reformasi kunci lainnya adalah reformasi pendapatan negara. Indonesia memiliki rasio pajak 10% yang rendah dibandingkan dengan kebutuhan belanja struktural untuk pendidikan, infrastruktur, dan jaring pengaman sosial.

“Jadi kami melihat tindakan yang tegas dalam reformasi penerimaan di mana IMF telah memberikan opsi-opsi untuk reformasi penerimaan sebagai hal yang sangat penting bagi pemerintahan yang baru,” tuturnya yang juga hadir dalam press briefing tersebut.

Di lain sisi, IMF melihat pertumbuhan ekonomi Tanah Air cukup kuat. IMF memproyeksi perekonomian Indonesia bertumbuh 5% pada 2024 dan 5,1% pada 2025. Fundamental makro Indonesia, baik itu defisit fiskal juga berada di bawah batas atas yang dimiliki. Inflasi juga dinilai berada dalam kisaran target. 

Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF Krishna Srinivasan dan Wakil Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF Thomas Heflin dalam rpess briefing Regional Economic Outlook Asia and Pacific IMF pada Selasa (30/4/2024). Dok IMF
Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF Krishna Srinivasan dan Wakil Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF Thomas Heflin dalam rpess briefing Regional Economic Outlook Asia and Pacific IMF pada Selasa (30/4/2024). Dok IMF

3. Bank Pembangunan Asia (ADB)

Di sisi lain, Principal Economist ADB Arief Ramayandi melihat posisi rasio utang pemerintah era Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam posisi yang aman. 

Sebagaimana diketahui, pemerintah di bawah Presiden Jokowi selama dua periode mencatatkan kenaikan utang yang drastis. Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), posisi utang pemerintah saat ini atau per akhir April 2024 mencapai Rp8.338,43 triliun. 

Jumlah utang tersebut melonjak sebesar Rp3.547,85 triliun jika dibandingkan dengan posisi utang pada periode 2019 yang sebesar Rp4.786,58 triliun. Utang pemerintah naik signifikan jika dibandingkan dengan posisi utang pada awal pemerintahan Jokowi pada periode pertama.

Untuk diketahui, posisi utang pemerintah yang diwariskan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada akhir 2014 untuk Jokowi hanya sebesar Rp2.609 triliun. 

“Mereka [utang pemerintah] masih bisa di-manage dengan baik. Pada dasarnya terkait rasio utang, itu soal manajemen utangnya. Kita ambil utang, spend untuk apa, dan manage membayar biaya utang di masa mendatang,” ujarnya dalam Asian Development Outlook di Gedung Perpustakaan Nasional, Kamis (16/5/2024). 

Arief menyampaikan kalau pun rasio utang pemerintah meningkat lebih dari posisi saat ini, bukan menjadi suatu masalah. Dia melihat posisi ini cenderung menurun dari akhir 2023, namun dalam posisi yang aman meski semakin mendekati batas atas. 

Sebagaimana tercantum dalam UU No.1/2003 tentang Keuangan Negara, rasio utang pemerintah adalah maksimal 60% dari PDB. 

“Rasio utang terhadap PDB masih dalam kondisi yang aman, memang lebih tinggi dari masa krisis, tapi pada dasarnya level 39% bukan masalah yang besar bagi dunia ini,” tuturnya. 

Terkait rencana presiden terpilih Prabowo Subianto, pengganti Joko Widodo (Jokowi), sempat menyebutkan akan memanfaatkan utang dengan maksimal hingga rasionya mencapai 50% dari PDB. 

Menurut Arief, tidak ada batasan baku terkait rasio utang secara khusus. Batas atas rasio utang pemerintah sebesar 60% dari PDB merupakan ketetapan dari Bank Dunia.  

Tapi faktanya, negara seperti Jepang dan Amerika Serikat (AS) sendiri pun memiliki rasio utang yang jauh lebih tinggi dari ketetapan Bank Dunia.  

Mengutip data International Monetary Fund (IMF) per 2022, utang pemerintah Jepang mencapai 214,27% dari PDB. Sementara utang pemerintah AS mencapai 110,15% terhadap PDB. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper