Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Anjlok, Belanja Subsidi BBM dan Energi Melonjak jadi Rp77,8 Triliun

Menkeu Sri Mulyani mengatakan belanja subsidi BBM melonjak menjadi Rp77,8 triliun akibat anjloknya nilai tukar rupiah.
Menkeu Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita edisi April 2024 pada Senin (27/5/2024). Dok Youtube Kemenkeu RI
Menkeu Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita edisi April 2024 pada Senin (27/5/2024). Dok Youtube Kemenkeu RI

Bisnis.com, JAKARTA – Belanja subsidi, termasuk BBM, dari kas negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 tercatat mencapai Rp77,8 triliun sepanjang Januari hingga Mei 2024. 

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan realisasi subsidi tersebut naik sebesar 3,7% dari periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy). 

“Subsidi terealisasi Rp77,8 triliun, naik 3,7% dibandingkan belanja subsidi Mei tahun lalu yang Rp75,1 triliun,” tuturnya dalam Konferensi Pers APBN Kita, Kamis (27/6/2024). 

Sri Mulyani membandingkan dengan realisasi belanja subsidi pada Januari-Mei 2022, tercatat mencapai Rp75,4 triliun atau naik 33,3% dari 2021 akibat terjadi kenaikan harga minyak yang cukup tinggi. 

Padahal, untuk periode yang sama pada 2020 dan 2021, belanja subsidi masing-masing di angka Rp48,9 triliun dan Rp56,6 triliun.  

Dalam tiga tahun secara berturut-turut atau pada 2022, 2023, dan 2024, Sri Mulyani mengamini bahwa belanja subsidi memang cukup besar.  

Hal tersebut selain akibat kenaikan harga maupun volume, kondisi nilai tukar rupiah yang mengalami depresiasi juga menjadi faktor kenaikan realisasi belanja subsidi tersebut. 

“Melonjak tinggi dibandingkan 2021 saat harga minyak belum mencapai kenaikan tinggi, ini kombinasi harga minyak, kurs, dan volume,” jelasnya. 

Dalam paparannya, Bendahara Negara melaporkan anggaran tersebut dimanfaatkan untuk penyaluran Bahan Bakar Minyak atau BBM sebanyak 5,57 juta kiloliter, turun 1% (yoy). Sementara penyaluran LPG sebanyak 2,7 metrik ton naik 1,9% (yoy). 

Belanja subsidi juga mengalir pada listrik masyarakat yang dinikmati 40,4 juta pelanggan. Jumlah pelanggan tercatat naik 3,1% (yoy) dari sebelumnya sebanyak 39,2 juta pelanggan. 

Dari sisi subsidi nonenergi, pemerintah menggunakan pendapatan yang dikumpulkan dari masyarakat memberikan subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR). 

Tercatat jumlah saluran KUR meningkat ke angka Rp114,7 triliun, sementara tahun lalu senilai Rp80,3 triliun, atau naik 42,9% (yoy). Di saat yang bersamaan, jumlah debitur juga naik dari sebelumnya 1,5 juta orang menjadi 2 juta orang. 

“APBN bekerja langsung ke masyarakat baik melalui berbagai subsidi BBM, LPG yang dinikmati masyarakat, listrik yang dinikmati 40 juta pelanggan, dan oleh usaha kecil sebanyak 2 juta hingga Rp114,7 triliun kredit yang disalurkan dengan bunga yang disubsidi masyarakat,” tuturnya.  

Terkait perkiraan belanja subsidi kedepannya yang diikuti pelemahan rupiah saat ini, Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata menuturkan belum dapat memberikan jawaban. 

Hal itu dikarenakan pemerintah akan menyampaikan Laporan Semester I APBN kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada awal Juli mendatang, yang di dalamnya memuat proyeksi hingga akhir tahun. 

“Laporan Semester 1 yang biasanya juga disertai dengan proyeksi sampai dengan akhir tahun. Tapi sejauh ini kita terus mencoba mengelola agar tetap dalam range yang sudah disediakan di dalam APBN kita,” ujarnya dalam konferensi pers yang sama. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper