Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas menyebut Indonesia berpotensi menjadi produsen katoda tembaga terbesar keempat di dunia pada 2025. Hal ini seiring beroperasinya smelter tembaga baru milik Freeport dan smelter milik PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN).
Tony mengatakan, setelah smelter baru Freeport beroperasi, kapasitas produksi tembaga Freeport bisa mencapai 1 juta ton per tahun. Kapasitas ini berasal dari produksi smelter Freeport yang dikelola oleh PT Smelting sebesar 350.000 ton dan produksi dari smelter baru Freeport sebesar 650.000 ton.
Adapun, operasi smelter tembaga baru Freeport di Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE), Manyar, Gresik, Jawa Timur rencananya akan diresmikan pada Kamis (27/6/2024). Smelter baru ini ditargetkan beroperasi dengan kapasitas penuh pada akhir 2024.
“Sekarang PT Smelting kan sudah berproduksi kira-kira 350.000 ton katoda tembaga. Itu separuhnya masih diekspor. Jadi masih diserap hanya separuhnya di dalam negeri,” kata Tony kepada Tim Bisnis dikutip, Rabu (26/6/2024).
Tony menyampaikan, jika nantinya digabung dengan smelter Amman Mineral yang produksinya bisa mencapai 500.000 ton, total produksi kedua perusahaan bisa mencapai 1,5 juta ton katoda tembaga.
Saat ini, produsen katoda tembaga terbesar di dunia adalah China dengan produksi 12 juta ton per tahun. Kedua, Chili dengan 2 juta ton per tahun. Disusul Kongo dengan 1,9 juta ton pertahun dan yang keempat adalah Jepang dengan 1,5 juta ton per tahun.
Baca Juga
“Dan kita akan bisa mengalahkan Jepang dengan 1,5 juta. Jadi kita akan menjadi nomor empat terbesar di dunia produsen katoda tembaga dari konsentrat tembaga,” ujar Tony.
Lebih lanjut, Tony menuturkan, saat ini pasar untuk katoda tembaga masih menjanjikan. Sebab, tembaga masih digunakan sebesar 70% untuk penghantar listrik.
Di sisi lain, kata Tony, dalam 10 tahun ke depan, tidak ada pengembangan tambang tembaga skala besar di dunia. Untuk itu, pasar katoda tembaga masih akan melaju pesat untuk kebutuhan kelistrikan.
“Di dunia ini 70% untuk mengantar listrik, dan dunia sedang berlomba-lomba untuk membuat energy transition, membangun renewable energy power plant sehingga membutuhkan tembaga banyak sekali,” ucap Tony.