Keempat, stabilitas rupiah yang tak terjaga. Hal itu dibuktikan dengan melemahnya rupiah hingga sempat menyentuh level Rp16.400 pada awal pekan ini. Hal itu dinilai sebagai alarm bagi Presiden Terpilih Prabowo Subianto untuk mempertimbangkan betul kebijakan moneter pada masa kepemimpinannya ke depan.
“Kelima adalah turunan fleksibilitas fiskal pasti, karena tax ratio kita relatif 8%-10%, kemudian rasio utang 38%, kemudian nanti ada kebijakan PPN naik dari 11% menjadi 12%, sehingga ruang fiskal kita relatif lebih sempit,” tambahnya.
Selain itu, Esther juga menyoroti persoalan mengenai nasib performa industri manufaktur yang terus mengalami penurunan. Terlebih industri manufaktur yang banyak menggunakan bahan baku impor.
Apabila Prabowo tak mampu menjaga stabilitas rupiah di masa kepemimpinannya, maka badai masalah pada industri manufaktur tak akan terelakkan hingga menyebabkan suasana ketidakpastian berusaha.
Terakhir, Prabowo juga diharapkan mampu mengurai kemelut fungsi intermediasi industri keuangan yang hingga saat ini dinilai belum optimal. Di samping itu, margin bunga bersih yang diraup industri keuangan juga dinilai masih dalam level yang tinggi. Apabila tak teratasi, hal itu dikhawatirkan dapat menggerus daya beli nasional.
“Apalagi ini dengan adanya kebijakan tingkat suku bunga tinggi, nilai tukar sangat volatile ini jadi beban yang harus diurai pada pemerintahan Presiden terpilih,” pungaksnya.