Bisnis.com, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo buka suara soal munculnya persepsi negatif investor asing terhadap kesinambungan fiskal Indonesia di bawah pemerintahan yang baru atau Presiden Terpilih Prabowo Subianto serta pergerakan nilai tukar rupiah.
Meski demikian, Perry ptimistis tren pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih akan menguat sejalan dengan fundamentalnya.
Faktor fundamental tersebut, diantaranya tingkat inflasi domestik yang rendah, pertumbuhan ekonomi yang relatif terjaga, defisit transaksi berjalan tahun ini yang diperkirakan rendah, juga tetap menariknya imbal hasil di dalam negeri.
“Tapi itu kan faktor fundamental yang akan mempengaruhi tren, sehingga kami meyakini tren nilai tukar rupiah ke depan akan menguat, dengan kemungkinan juga mulai pastinya FFR [Fed Funds Rate] akan turun tahun ini, inflasi kita yang rendah, pertumbuhan ekonomi kita yang relatif baik, dan transaksi berjalan kita yang bagus dan imbal hasil kita yang menarik,” katanya dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Kamis (20/6/2024).
Namun demikian, Perry mengatakan bahwa faktor informasi dan sentimen atau persepsi akan sangat mempengaruhi pergerakan dari nilai tukar rupiah, yang telah tercermin akhir-akhir ini.
Di samping ketegangan geopolitik dan adanya kebutuhan valas korporasi yang tinggi, salah satu persepsi yang juga mempengaruhi pelemahan nilai tukar rupiah adalah adanya kekhawatiran investor terhadap kesinambungan fiskal Indonesia di bawah pemerintahan yang baru atau Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
Baca Juga
“Muncul persepsi, belum tentu benar. Jangan diyakini kalau persepsi, persepsi akan sustainabilitas fiskal ke depan. Ini persepsi. Persepsi ini faktor teknikal jangka pendek,” jelasnya.
BI mencatat, nilai tukar rupiah pada Juni 2024, hingga 19 Juni, tertekan 0,70% point-to-point. Dibandingkan dengan level akhir Desember 2023, nilai tukar rupiah melemah 5,92% terhadap dolar AS.
“Apakah BI masih meyakini rupiah ke depan akan menguat? Yes. Fundamentalnya akan menguat, tapi dari gerakan bulan ke bulan, faktor-faktor informasi, sentimen akan membuat volatilitas naik turun naik turun,” tutur Perry.
Sebagaimana diketahui, potensi beban fiskal yang semakin besar pada pemerintahan Prabowo-Gibran sempat menjadi sorotan dari lembaga keuangan AS, Morgan Stanley.
Faktor ini menjadi pertimbangan Morgan Stanley untuk menurunkan peringkat saham Indonesia menjadi underweight, di samping adanya faktor penguatan dolar AS terhadap rupiah.
Menurut Morgan Stanley, arah kebijakan fiskal ke depan dan pelemahan rupiah semakin menimbulkan risiko ketidakpastian dalam jangka pendek bagi ekonomi Indonesia.
“Kami melihat ketidakpastian jangka pendek mengenai arah kebijakan fiskal di masa depan serta beberapa pelemahan di pasar valuta asing di tengah-tengah suku bunga AS yang masih tinggi dan prospek dollar AS yang menguat," tulis para ahli strategi termasuk Daniel Blake dalam risetnya dikutip pekan lalu.
Sementara itu, program makan siang gratis yang diunggulkan Presiden Terpilih Prabowo dinilai dapat memberikan beban tambahan bagi keuangan negara, sementara penerimaan negara ke depan diperkirakan tidak dapat mengimbangi besarnya beban belanja yang akan digelontorkan oleh pemerintahan mendatang.