Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa Amerika Serikat (AS) tak bisa agresif mengembangkan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) tanpa dukungan dari Indonesia.
AS diketahui bakal meningkatkan produksi EV sampai 11 kali lipat pada 2030. Luhut menyampaikan, cita-cita itu tidak bakal tercapai bila AS mengabaikan peran nikel Indonesia.
Untuk diketahui, AS memberlakukan kebijakan diskriminatif untuk mineral kritis asal Indonesia lewat Inflation Reduction Act (IRA).
Lewat regulasi itu, pemerintah AS akan mensyaratkan nilai tertentu dari komponen baterai EV harus diproduksi atau dirakit di AS, atau berasal dari negara yang telah memiliki perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) dengan AS. Dominasi perusahaan China pada industri smelter Indonesia juga turut menjadi perhatian pemerintah AS.
Kebijakan pembatasan AS tersebut menyulitkan Indonesia untuk mengakses peluang ekspor ke pasar-pasar utama komponen baterai EV.
“Dan ini saya sampaikan juga pada teman-teman saya di Amerika, saya katakan impossible kalian bisa meningkatkan 11 kali dari apa yang ada sekarang tanpa Indonesia,” kata Luhut dalam acara MINDialogue di Jakarta, Kamis (20/6/2024).
Baca Juga
Luhut menekankan bahwa Indonesia memiliki kekayaan sumber daya mineral untuk mendukung ekosistem EV. Indonesia menguasai sekitar 70% cadangan nikel dunia.
Di sisi lain, Luhut juga mengingatkan bahwa AS tak dapat mengabaikan kemajuan teknologi China dalam rantai pasok baterai EV. Dia menyebut, teknologi smelter HPAL yang mengolah komponen baterai EV AS masih ketinggalan 9 tahun dari China
“Jadi saya pikir pembicaraan ini harus jelas. Jadi kita harus offensif juga pada mereka, katakan hey kita ini bukan negara yang kau bisa atur-atur saja. Karena kita juga punya pendirian karena kita juga harus survive,” ujarnya.