Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai impor pakaian dan aksesorinya, baik rajutan maupun bukan rajutan (HS61 dan HS62) menunjukkan tren peningkatan jelang hari raya Lebaran yang jatuh pada April 2024.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M. Habibullah menyampaikan, tren peningkatan nilai impor ini antara lain untuk mengantisipasi peningkatan permintaan komoditas pakaian jelang Lebaran.
“Nilai impor komoditas mengalami peningkatan pada bulan-bulan jelang hari raya Lebaran,” ungkapnya dalam konferensi pers BPS, Rabu (19/6/2024).
Berdasarkan paparan yang disampaikan Habibullah, nilai impor pakaian dan aksesori, rajutan atau kaitan (HS 61) pada Januari 2024 tercatat sebesar US$12,26 juta. Nilai tersebut bergerak naik menjadi US$20,87 juta pada Februari 2024, dan kembali naik pada Maret 2024, menjadi US$23,98 juta.
Nilai impor pakaian dan aksesori (HS 61) mulai melandai memasuki Lebaran, di mana BPS mencatat nilainya sebesar US$22,86 juta.
Pola tersebut juga terlihat pada nilai impor pakaian dan aksesori tidak rajutan atau kaitan (HS 62). BPS mencatat, nilai impor komoditas ini sebesar US$14,74 juta pada Januari 2024, dan terus bergerak naik US$22,42 juta pada Februari 2024, dan US$24,91 juta pada Maret 2024.
Baca Juga
Kemudian, nilai impor untuk komoditas ini menurun pada saat memasuki Lebaran, yang tercatat sebesar US$19.38 juta.
Habibullah mengatakan, pola tersebut juga terjadi di 2023, di mana nilai impor komoditas ini mulai bergerak naik sejak Januari 2023, dan mengalami puncaknya pada Maret 2023. Saat memasuki periode Lebaran, nilai impor pakaian dan aksesori mulai melandai bahkan turun.
“Secara kumulatif, negara asal impor pakaian dan aksesori utamanya berasal dari China, Bangladesh, dan Vietnam,” ujarnya.
Secara terperinci, BPS mencatat bahwa impor pakaian dan aksesori, rajutan atau kaitan (HS 61) utamnya berasal dari China dengan persentase sebesar 38,76%, diikuti Vietnam 13,99%, Bangladesh 10,36%, dan Turki 5,02%.
Sementara itu, impor pakaian dan aksesori tidak rajutan atau kaitan (HS 62) didominasi oleh China sebesar 30,28%, diikuti Bangladesh 11,00%, Vietnam 8,91%, dan Hong Kong 8,57%.