Bisnis.com, JAKARTA - Founder dan Chairman Foreign Policy, Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal berpendapat bahwa membangun Ibu Kota Nusantara (IKN) dilakukan dengan kemampuan dan sumber daya sendiri, dan tak perlu menjadikan sebagai kota internasional.
Mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat ini berpendapat bahwa membangun IKN harus dengan mindset jelas yakni untuk bangsa Indonesia dan bukan untuk dunia internasional.
“IKN tidak butuh validasi dari bangsa lain manapun dan kita juga tidak perlu mengundang warga negara asing untuk tinggal di IKN,” jelasnya dalam unggahan video di akun Instagram @dinopattidjalal pada Rabu (11/6/2024).
Menurutnya, hadirnya universitas dan hotel dalam negeri di IKN jauh lebih penting dibandingkan kehadiran dari pihak internasional. Hal ini perlu lantaran untuk mencegah terganggunya asas keadilan ekonomi jika perusahaan internasional yang berkantor di IKN lebih banyak dibandingkan perusahaan nasional.
Membangun IKN juga disarankan dilakukan secara mandiri. Sebagai pusat pemerintahan, menurutnya ibu kota adalah simbol kedaulatan dan mahkota negara, sama seperti bendera merah putih.
“Karena sifatnya yang sangat strategis sebagai jantung negara, ibu kota harus dilindungi dari segala ketergantungan pada pihak luar. Jangan sampai dalam proses membangun ibu kota negara sendiri, kita menjadi berhutang budi pada negara lain,” tutur Dino, yang juga memberikan contoh bahwa Australia, Korea Selatan, Brazil, Malaysia, Myanmar hingga Kazakhstan yang mandiri dalam membangun ibu kotanya.
Baca Juga
Kemudian, bantuan internasional untuk IKN juga dinilai agar tidak dijadikan agenda utama politik luar negeri Tanah Air agar derajat Indonesia di mata negara sahabat tidak menurun.
Saran ini juga dilontarkan untuk menghindari risiko timbulnya politik utang budi, yang jika tidak hati-hati dapat berdampak pada pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif Indonesia.
Prioritas utama untuk IKN adalah menjadikan sebagai pusat pemerintahan alam suatu kota yang mempunyai penduduknya sendiri diluar ASN, militer, dan polisi sehingga IKN menjadi ibu kota yang benar-benar hidup dan tidak kosong penghuni.
“Kalau tidak ada penduduknya, IKN tidak akan punya nyawa sebagai ibu kota negara. Ini merupakan tantangan besar bagi IKN karena kalau kita melihat contoh ibu kota administratif Korea Selatan, yaitu Sejong City, walaupun sebelumnya sudah ada penduduknya dan dengan fasilitas perkotaan yang serba hijau dan serba canggih, sampai sekarang mereka masih kesulitan mengumpulkan penduduk lokal,” ungkapnya.
Menurutnya IKN tak perlu ditargetkan sebagai kota pariwisata atau pusat keuangan karena tidak mudah. Contohnya, Jakarta dengan umur ratusan tahun hingga kini tidak dapat dikategorikan sebagai tujuan untuk pariwisata internasional.
Jika nanti proses pembangunan IKN menjadi lebih lamban karena dilakukan secara mandiri, hal ini bukan menjadi masalah lantaran tidak ada keperluan khusus untuk segera selesai.
“Singkat kata, IKN harus menjadi ibu kota dari rakyat Indonesia, oleh rakyat Indonesia, untuk bangsa Indonesia. Jika IKN kelak jadi mapan dan tumbuh pesat, dunia internasional akan datang dengan sendirinya,” jelasnya.