Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Properti China Masih Terseok, Industri Baja India Diproyeksi Melesat

Industri properti China masih terseok, sehingga produksi baja pun terdampak tren kontraksi.
Tanur sembur tradisional di pabrik Salzgitter./Bloomberg
Tanur sembur tradisional di pabrik Salzgitter./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Penyerapan baja untuk sektor real estate China masih melanjutkan tren kontraksi hingga memicu penurunan produksi baja. Sementara itu, India mulai menunjukkan tingkat produksi dan konsumsi yang menguat awal tahun ini. 

Laporan dari World Steel Association (WSA), dikutip dari Minggu (9/6/2024) menyebut produksi baja kasar global dari 71 negara mengalami penurunan sebesar 5% pada April 2024 dibandingkan tahun lalu. 

Penurunan produksi itu disebabkan karena berkurangnya produksi baja di China sebagai produsen  sekaligus konsumen baja terbesar dunia yang turun 7,2% year-on-year (YoY) dan 3% YoY pada produksi Januari-April 2024 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. 

Adapun, penggunaan baja di China mengalami penurunan sebesar 3,3% pada 2023. Sementara itu, tahun ini penggunaan baja juga diperkirakan akan tetap stabil meskipun ada penurunan investasi di sektor real estat. 

Namun, penurunan ini  diimbangi oleh pertumbuhan permintaan baja yang berasal dari investasi infrastruktur dan sektor manufaktur.

Lebih lanjut, WSA memperkirakan bahwa permintaan baja di Tiongkok akan turun sebesar 1% pada tahun 2025, menandakan bahwa permintaan baja di negara tersebut akan lebih rendah dibandingkan dengan tahun puncaknya pada tahun 2020.

Sementara itu, India, sebagai produsen baja terbesar kedua di dunia, menunjukkan peningkatan produksi baja kasar sebesar 12,5% YoY pada April 2024. Selama 4 bulan pertama tahun ini, India memproduksi baja kasar 8,5% lebih banyak dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

Negara-negara berkembang lain seperti Middle East and North Africa (MENA) dan Asean juga diperkirakan akan menunjukkan percepatan pertumbuhan permintaan baja pada tahun 2024-2025 setelah mengalami penurunan yang signifikan pada tahun 2022-2023. 

Namun, Asean disebut masih akan mengalami kesulitan seperti ketidakstabilan politik dan penurunan daya saing dapat mempengaruhi tren pertumbuhan permintaan baja di masa mendatang. 

Dalam laporan WSA juga menyebutkan penurunan konsumsi baja dark sektor konstruksi perumahan disebabkan oleh tingginya suku bunga dan biaya konstruksi telah mengurangi permintaan baja di sebagian besar wilayah utama pengguna baja. 

Pada 2023, aktivitas perumahan menurun tajam di AS, Tiongkok, Jepang, dan Uni Eropa. Penurunan ini diperkirakan akan terus berlanjut hingga tahun 2024 di sebagian besar pasar utama karena dampak pengetatan moneter. 

Adapun, pemulihan yang signifikan dalam sektor konstruksi perumahan diperkirakan baru akan dimulai pada tahun 2025.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper