Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengakui kurangnya sosialisasi terkait skema pungutan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sehingga menimbulkan banyak protes dari serikat pekerja maupun pelaku usaha.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Dirjen PHI JSK) Indah Anggoro Putri mengakui pemerintah belum memperkenalkan penerapan Tapera dengan baik dan sosialisasi yang kurang masif.
"Ini adalah suatu masukkan refleksi bagi pemerintah karena kami krang melakukan sosialisasi atau informasi yang lebih massif mengenai Tapera, khususnya kehadiran dari PP 21/2024," kata Indah, dikutip Sabtu (1/6/2024).
Indah menyadari ada banyak pekerja yang belum memahami manfaat dari iuran Tapera. Untuk itu, pihaknya akan segera melakukan sosialisasi dan public hiring secara masif.
Tak hanya itu, dia memastikan Kemenaker akan mendengar masukan dari stakeholders ketenagakerjaan. Indah meminta pekerja untuk tidak khawatir akan pemotongan gaji saat ini. Sebab, pungutan bagi pekerja mandiri akan diatur nantinya melalui oleh Peraturan Menteri Ketenagakerjaan.
"Kita akan terus melakukan diskusi secara intensif dan sekali lagi ini masih sampai 2027. Tidak perlu khawatir, karena belum ada di manapun pemotongan gaji/upah pekerja non-ASN/TNI/Polri," ujarnya.
Baca Juga
Di sisi lain, menanggapi berbagai keluhan pekerja yang menyebut Tapera sebagai beban baru, Indah menerangkan bahwa Tapera selaras dengan Undang-Undang No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengamanatkan pekerja berhak mendapat fasilitas kesejahteraan pekerja, termasuk rumah bagi pekerja.
Artinya, hal tersebut menjadi beban bersama. Sebab, pemberi kerja pun, pengusaha, juga wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan pekerja. Untuk itu, Indah menilai Tapera yang diatur dalam UU No. 4/2016 sejalan dengan UU Ketenagakerjaan.
"Apalagi masih banyak sekali saudara-saudara kita yang belum memiliki rumah. Tapera ini bukan iuran, ini adalah Tabungan, dan berlaku bagi pekerja dengan gaji/upah di atas Upah minimum, dengan komposisi hitung-hitungan yang cermat. Sebenarnya ini tidak memberatkan," terangnya.
Indah menegaskan bahwa Tapera bukan hanya untuk memiliki rumah. Bagi pekerja/buruh yang sudah memiliki rumah, maka jika dia peserta tapera dana tabungan bisa diambil secara cash ketika masa pensiun, atau ketika sudah tidak mau menjadi peserta Tapera.
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita Silaban mengatakan iuran Tapera menjadi beban tambahan bagi buruh yang kenaikan gaji nya rata-rata hanya 3% per tahun.
Dia mengaku khawatir bertambahnya iuran yang dipotong dari upah bulanan akan berdampak pada daya beli masyarakat. Jika iuran Tapera diterapkan, bukan tidak mungkin pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk efisiensi beban usaha, mengingat pemberi kerja juga harus membayar 0,5% untuk iuran Tapera.
"Saya khawatir sebelum ini diundangkan dari pihak pengusaha sudah ada ancang-ancang mana dulu ini pabrik yang ditutup karena tidak sanggup. Lalu, pekerja mereka bagaimana membayar anak sekolah untuk kontrakan rumah, boro-boro untuk mencicil rumah ini atau membantu mereka yang miskin dalam kategori kita sama-sama sebenarnya jadi ini adalah ancaman," pungkasnya.