Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Target Pertumbuhan Manufaktur Era Prabowo Nanti Dipatok 6%, Masuk Akal?

Target pertumbuhan sektor manufaktur yang dipatok hingga 6% dinilai tak mudah digapai, apalagi hanya mengandalkan program hilirisasi tahap awal.
Suasana di salah satu pabrik perakitan motor di Jakarta, Rabu (1/8/2018). Bisnis/Abdullah Azzam
Suasana di salah satu pabrik perakitan motor di Jakarta, Rabu (1/8/2018). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA- Kementerian Perencanaan Pembangunan (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) membidik industri pengolahan tumbuh di kisaran 5,5%-6,1%, dengan kontribusi terhadap PDB mencapai 19,3%-19,6% pada  2025. 

Target tersebut lebih tinggi dari sasaran pertumbuhan tahun ini sebesar 4,93% dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 18,80%. Adapun, target ini tertuang dalam Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah 2025 di era pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. 

"Faktor-faktor pendorong kinerja industri pengolahan pada tahun 2025 antara lain, beberapa proyek investasi yang diharapkan sudah masuk tahap operasional di tahun 2025," demikian bunyi dokumen tersebut, dikutip Selasa (28/5/2024).

Adapun, beberapa proyek yang dimaksud yakni investasi petrokimia di Banten dan proyek hilirisasi tembaga di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat. Hal ini juga seiring dengan permintaan dalam negeri yang diproyeksi stabil dengan tingkat inflasi yang terkendali.

Di sisi lain, target agresif  pada era transisi pemerintahan juga didukung peningkatan permintaan barang konsumsi di beberapa mitra dagang, terutama di negara berkembang seperti India serta negara-negara di Timur Tengah dan Asia Pasifik.

Selanjutnya, keberlanjutan pembangunan proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) disebut akan mendorong permintaan besi-baja dalam negeri. Sasaran target 2025 tidak terlepas dari capaian pertumbuhan industri pada tahun 2023.

Di tengah ketidakpastian ekonomi global yang semakin kompleks dan normalisasi harga komoditas dunia, industri pengolahan mampu tumbuh sebesar 4,64% di tahun 2023. 

Kontribusi industri pengolahan terhadap Produk Domestik Bruto di tahun 2023 pun menunjukkan gejala rebound walaupun masih sangat terbatas, yakni mencapai 18,67% atau naik 0,33% dibandingkan tahun 2022 (18,34%).

Capaian ini utamanya didorong oleh keberlanjutan program hilirisasi yang mengakibatkan beberapa subsektor secara konsisten mencatatkan pertumbuhan dua digit di sepanjang tahun 2023.

Beberapa subsektor industri yang tumbuh positif yakni industri logam dasar 14,17% serta industri barang logam, komputer barang elektronik, optik, dan peralatan listrik 13,67%.

Subsektor lain yang mencatatkan pertumbuhan cukup tinggi adalah industri alat angkutan 7,63% yang didorong oleh peningkatan permintaan sepeda  motor di dalam negeri.

Melihat target rancangan RKP tersebut, Direktur Eksekutif Core Mohammad Faisal mengatakan target agresif tersebut harus diiringi dengan langkah-langkah berbeda yang mesti digenjot oleh pemerintahan baru.

"Realistis atau tidaknya masih bergantung pada caranya, masih bisa dilakukan 5%, kalau 6% dalam setahun agak susah. Tetapi 5% bisa dengan catatan apa langkah-langkahnya?" tutur Faisal saat dihubungi, Selasa (28/5/2024).

Menurut Faisal, pertumbuhan industri manufaktur belakangan banyak ditopang oleh kontribusi program hilirisasi di sektor pertambangan, khususnya nikel mentah yang diolah menjadi ferronickel dan nickel pig iron.

Meskipun produk olahan tersebut nilai tambahnya masih relatif terbatas, tetapi hilirisasi tahap awal itu sudah mampu mengubah proporsi ekspor industri manufaktur yang lebih tinggi.

"Tetapi, kalau hanya mengandalkan itu saja tentu saja tidak cukup, saat ini pun dengan hilirisasi nikel belum sampai 5% pertumbuhannya, dan kontribusinya masih di bawah 20%," imbuhnya. 

Faisal melihat tren pasar utama nikel olahan RI ke depan akan didominasi ke China, sementara negara tersebut mengalami perlambatan pertumbuhan sehingga memengaruhi permintaan terhadap produk-produk turunann nikel seperti besi baja.

Perlu lebih dari sekadar hilirisasi tambang untuk mewujudkan target 6% dan kontribusi terhadap PDB 19% pada 2025. Apalagi, dalam satu dekade terakhir industir manufaktur mengalami tren pelemahan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi industri pengolahan terhadap PDB sebesar 18,67% sepanjang 2023. Meskipun sumbangsihnya meningkat dari 2022 sebesar 18,34%, tetapi capaian ini lebih rendah dari 2014 yang berkontribusi 21,28%.

"Artinya perlu dipikirkan cara-cara yang lain oleh pemerintahan baru bukan hanya di nikel, sektor tambang, tapi juga di perkebunan, pertanian, perikanan, dan diperdalam hilirsasi nya menjadi nilai tambah yang lebih tinggi bukan hanya pemrosesan yang awal saja," sebutnya.

Di sisi lain, Faisal juga mendorong pemerintahan baru untuk menggerakkan industri kecil dan menengah (IKM) lebih aktif dalam program pemerintah. Misalnya, melibatkan IKM dalam program makan siang gratis.

"Yang jelas, kita tidak bisa mendorong peningkatan industri dengan satu planning jangka pendek, harus lihat kacamata jangka menengah panjang untuk bisa menjadi lebih efektif," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper