Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan pengusaha menilai insentif devisa hasil ekspor sumber daya alam yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.22/2024 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Penempatan DHE Sumber Daya Alam, tidak menarik.
Untuk diketahui, pemerintah melalui regulasi ini merelaksasi sejumlah ketentuan tarif DHE terutama untuk dana valuta asing yang langsung dikonversi ke rupiah. Sebelumnya, tarif PPh Final tertinggi di Indonesia sebesar 7,5%, sementara dalam aturan baru tarif tertinggi ditetapkan sebesar 5%.
Pemerintah juga memperluas instrumen penempatan devisa yang mencakup deposito perbankan, term deposit pasar terbuka Bank Indonesia, surat sanggup yang diterbitkan oleh LPEI, dan instrumen moneter dan keuangan lain yang nantinya diterbitkan Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan.
Ketua Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (Apri) Kuncoro Catur Nugroho menyampaikan, instrumen yang tercantum dalam beleid tersebut tidak menarik mengingat 75% DHE yang diperoleh perusahaan akan dimanfaatkan sebagai modal membeli bahan baku.
“Untuk biaya-biaya operasional lain sekitar 20%, sedangkan margin hanya sekitar 3% hingga 5 % saja,” katanya kepada Bisnis, Kamis (23/5/2024).
Lebih lanjut dia mengatakan, aturan yang mewajibkan eksportir untuk menempatkan 30% DHE SDA di dalam sistem keuangan Indonesia itu, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.36/2023 juga dinilai membuat perusahaan kesulitan untuk memiliki modal kerja hingga mengganggu operasional perusahaan.
Baca Juga
Ketua Umum AP5I Budhi Wibowo juga sependapat. Menurutnya, kewajiban untuk menempatkan 30% DHE di dalam sistem keuangan selama tiga bulan tidak bermanfaat bagi eksportir perikanan.
“Bagi eksportir perikanan tidak menarik sama sekali karena kami membutuhkan uang itu bukan untuk disimpan tetapi digunakan untuk bahan baku,” tegasnya.
Eksportir perikanan mengharapkan agar pemerintah membebaskan sektor ini dibebaskan dari PP DHE SDA. Usulan ini, kata Kuncoro sudah sering disampaikan dan dibahas di tingkat Kementerian Kelautan Perikanan (KKP), Kementerian Perindustrian, dan Kemenkomarves.
“Usulannya adalah bahwa sektor perikanan dibebaskan dari PP DHE-SDA yang bisa diatur dalam perkecualian di nomor kode HS-nya,” usulnya.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan, bahwa banyak perusahaan yang membutuhkan dana untuk modal kerja. Jika DHE beberapa perusahaan ditahan maka perusahaan mau tidak mau harus menutupinya dengan melakukan pinjaman ke bank.
“Kalau bunga bank masih lebih tinggi dari insentif yang diberikan berarti masih memberatkan, bunga bank pinjaman rupiah saat ini antara 7%-9% tergantung banknya,” pungkasnya.