Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

2 Teori Seram Penyebab Singapore Airlines Turbulensi

Berikut adalah 2 teori seram yang diduga menjadi penyebab Singapore Airlines mengalami turbulensi.
Singapore Airlines/Istimewa
Singapore Airlines/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Berikut adalah 2 teori seram yang diduga menjadi penyebab Singapore Airlines mengalami turbulensi.

Singapore Airlines mengalami turbulensi hebat pada 21 Mei 2024 waktu setempat.

Pesawat dengan rute London, Inggris menuju Singapura itu kemudian terpaksa mendarat darurat di Bangkok, Thailand, pukul 15.45.

Muncul dua teori "seram" tentang penyebab turbulensi yang terjadi pada pesawat Singapore Airlines tersebut.

Tim Atkinson, seorang konsultan penerbangan dan mantan penyelidik kecelakaan pesawat, mengatakan kepada BBC bahwa ukuran pesawat yang besar membuat insiden tersebut “sangat signifikan”.

“Pesawat kecil lebih rentan terhadap turbulensi parah dan tabrakan yang mengakibatkan cedera atau bahkan kematian,” katanya.

Atkinson mengklaim turbulensi menjadi lebih umum dan parah karena perubahan iklim.

Kebanyakan turbulensi terjadi di awan dan cukup ringan, namun bisa lebih parah di awan besar seperti awan badai kumulonimbus.

Namun jenis turbulensi lain yang disebut turbulensi “udara jernih”, yang biasanya terjadi pada aliran jet sekitar 40.000-60.000 kaki, sulit dideteksi dan dapat menyebabkan keadaan darurat yang tiba-tiba.

Berbicara kepada Sky News, Atkinson mengatakan cukup jelas”bahwa penerbangan Singapore Airlines mengalami turbulensi atmosfer.

Dia mencatat bahwa daerah tersebut, yang disebut Zona Konvergensi Intertropis, terkenal di kalangan pilot karena turbulensinya.

“Meskipun kadang-kadang ada banyak kewaspadaan, ada turbulensi di depan yang tidak dapat diidentifikasi, dan akibat yang disayangkan dari pertemuan tersebut adalah cedera dan, sangat jarang, kematian,” katanya.

Para ilmuwan telah lama memperingatkan bahwa perubahan iklim kemungkinan akan meningkatkan turbulensi udara yang tidak terlihat oleh radar.

Sebuah studi pada tahun 2023 menemukan durasi tahunan turbulensi udara jernih meningkat 17 persen dari tahun 1979 hingga 2020, dengan kasus yang paling parah meningkat lebih dari 50 persen.

Teori kedua...

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper