Bisnis.com, JAKARTA - Singapore Airlines mengalami turbulensi hebat pada Selasa 21 Mei 2024.
Saat pesawat berada di ketinggian 37.000 kaki di atas Cekungan Irrawaddy di Myanmar, pesawat tersebut mengalami turbulensi ekstrem yang tiba-tiba yang menyebabkan pesawat turun dengan cepat hingga ketinggian 31.000 kaki.
Pilot harus mengumumkan pendaratan darurat medis dan mengalihkan penerbangan ke Bangkok.
Kapten Shem Malmquist, seorang pilot dan instruktur di Florida Institute of Technology College of Aeronautics, mengemukakan teori yang menyebabkan Singapore Airlines mengalami turbulensi hebat.
Dilansir dari Newscom, Shem Malmquist juga memiliki pengalaman menerbangkan pesawat di Teluk Bengala, lokasi dekat Cekungan Irrwaddy, tempat Singapore Airlines dilaporkan turbulensi.
“Saya memiliki pengalaman luas menerbangkan Boeing 777 di Teluk Benggala, tepatnya di wilayah tempat terjadinya hal ini,” katanya.
Baca Juga
Menurutnya, ketika terjadi peristiwa berjenis turbulensi, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan turbulensi seperti yang dialami Singapore Airlines.
Malmquist mengatakan hal itu mungkin disebabkan oleh aliran jet yang mengalir deras, tetapi aliran tersebut biasanya lebih dekat ke kutub, secara relatif.
Dia menduga hal itu mungkin juga disebabkan oleh penerbangan yang dekat dengan badai petir.
“Salah satu hal yang menarik perhatian saya adalah pengetahuan bahwa ketika Anda terbang di atas wilayah Teluk Benggala, perairan tropisnya hangat, badai petir tidak terjadi seperti yang terjadi di belahan dunia lain,” katanya.
Mengacu pada alasan ini, katanya, sebagian besar pelatihan pilot didasarkan pada jenis badai petir yang kita lihat di Amerika Utara.
Namun badai petir di wilayah lautan yang hangat memiliki manifestasi yang sangat berbeda.
Oleh karena itu cara pilot dilatih dan bahkan beberapa algoritme radar otomatis dapat melewatkannya dan tidak menggambarkan badai tersebut, dan tiba-tiba mereka tahu bahwa mereka terbang langsung ke badai tersebut. .