Bisnis.com, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan kondisi pasar keuangan global masih terselimuti ketidakpastian yang tinggi, meski prospek ekonomi Amerika Serikat (AS) dalam posisi yang kuat.
Perry menjelaskan pada April 2024, Ekonomi AS tumbuh kuat ditopang oleh perbaikan permintaan domestik, termasuk fiskal akomodatif, dan kenaikan ekspor.
Inflasi AS per April 2024 juga tetap tinggi sejalan dengan pertumbuhan ekonomi AS yang kuat tersebut, meski melambat dibandingkan dengan inflasi Maret 2024.
“Perkembangan inflasi ini meningkatkan kemungkinan penurunan Fed Funds Rate [FFR] pada akhir tahun 2024. Pada saat bersamaan, risiko memburuknya ketegangan geopolitik sejak akhir April 2024 tidak berlanjut,” ujarnya dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur BI, Rabu (22/5/2024).
Gubernur BI yang menjabat dua periose tersebut menyebutkan berbagai kondisi ini berdampak positif pada tertahannya penguatan dolar AS secara global dan menurunnya yield US Treasury dibandingkan dengan kondisi pada pertengahan April 2024, meski masih berada pada level yang tinggi.
Alhasil, aliran modal ke negara berkembang kembali terjadi dan mengurangi tekanan terhadap nilai tukarnya, termasuk Indonesia.
Baca Juga
Dalam kondisi tersebut, Perry menegaskan Bank Indoensia akan terus mencermati risiko terkait arah penurunan FFR dan dinamika ketegangan geopolitik global. Hal tersebut dalam rangka memitigasi dampak negatif dari rambatan ketidakpastian global yang masih tinggi.
Pasalnya, kondisi tersebut dapat kembali mendorong kenaikan ketidakpastian pasar keuangan global, menekan mata uang negara berkembang, meningkatkan tekanan inflasi, dan menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi dunia.
Pada RDG Mei 2024, Perry memutuskan untuk menahan suku bunga acuan atau BI Rate di level 6,25% setelah bulan lalu naik 25 bps.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 21 dan 22 Mei 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi sebesar 6,25%,” ujarnya.
Perry mengatakan keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter pro-stabilitas serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025, termasuk efektivitas dalam menjaga aliran masuk modal asing dan stabilitas nilai tukar rupiah.