Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo tidak menampik kabar mengenai minat PT Pertamina Hulu Energi (PHE) untuk menghimpit hak partisipasi atau participating interest (PI) minoritas di proyek Pikka, salah satu prospek minyak terbesar di Alaska garapan Santos dan Repsol.
Tiko, sapaan karibnya, mengatakan Pertamina tengah agresif untuk menjaring sumber-sumber minyak baru di luar negeri untuk menggantikan susut lifting di portofolio domestik.
Belakangan, kata Tiko, kegiatan merger dan akuisisi dari perusahaan migas pelat merah itu dilakukan untuk lapangan-lapangan lepas pantai yang siap produksi dalam waktu dekat.
“Kita ada program besar untuk melakukan merger dan akuisisi di lepas pantai, terutama untuk menghasilkan produksi cepat ya,” kata Tiko saat ditemui di Jakarta, Selasa (21/5/2024).
Lewat sejumlah kegaitan merger dan akuisisi itu, Tiko berharap, produksi minyak Pertamina bisa ditingkatkan di tengah tren penurunan lifting di dalam negeri.
“Kita terus mencari sumber-sumber minyak di luar negeri karena kita tahu produksi harus kita naikkan,” kata dia.
Baca Juga
Bisnis mencoba untuk mengonfirmasi ihwal minat akuisisi saham proyek Pikka itu kepada Direktur Utama PHE Chalid Said Salim dan Direktur Utama Pertamina Internasional EP (PIEP) Jaffee Arizon Suardin. Hanya saja, permintaan konfirmasi tidak ditanggapi hingga berita ini tayang.
Manager Relations PIEP, Dhaneswari Retnowardhani mengatakan seluruh proses merger dan akuisisi lapangan saat ini masih dalam kajian internal perusahaan. Dia mengatakan proses itu belum bisa dibuka untuk publik.
“Semua proses merger dan akuisisi masih dalam kajian internal yang tidak bisa dibuka di publik,” kata dia.
Melansir dari Reuters, Santos dan Repsol dilaporkan tengah menjajaki penjualan saham minoritas di ladang minyak Alaska yang mereka miliki dan kembangkan bersama dalam kesepakatan bernilai sekitar US$1 miliar, menurut sumber yang mengetahui rencana itu.
Ladang minyak itu termasuk proyek Pikka, yang merupakan salah satu prospek minyak terbesar di Alaska dan bernilai sekitar US$4,5 miliar oleh perusahaan konsultan Rystad Energy.
Perusahaan tengah menggandeng sebuah bank investasi untuk menjual saham minoritas di Pikka, bersama dengan sebagian saham di Lapangan Horseshoe dan Quokka, yang berlokasi di kawasan North Slope, Alaska.
ConocoPhillips sebelumnya telah mengadakan pembicaraan untuk membeli 15% saham Pikka ketika dikuasai oleh Oil Search, sebuah perusahaan energi Australia yang diakuisisi Santos senilai US$6 miliar pada 2021 lalu.
Pembicaraan awal itu berakhir lantaran Oil Search menolak menyerahkan hak operatornya. Tidak jelas apakah Conoco tertarik dengan kepemilikan saham di ladang minyak Alaska yang saat ini dijual. Conoco tidak memberi tanggapan soal penjualan saham minoritas lapangan saat ini.
Proyek Pikka pada awalnya kesulitan untuk dikerjakan karena tantangan teknis dalam pengoperasiannya di Alaska dan akhirnya mendapat lampu hijau pada 2022.
Santos mengatakan bulan lalu bahwa mereka tetap berada di jalur yang tepat untuk memproduksi minyak pada tahun 2026 mendatang.