Bisnis.com, JAKARTA – Center of Economic and Law Studies (Celios) melihat adanya potensi tambahan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) senilai Rp10.529 triliun dari praktik energi terbarukan berbasis komunitas.
Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menyampaikan potensi tersebut merupakan akumulasi proyeksi PDB selama 25 tahun yang akan didapatkan pemerintah dari keberadaan pembangkit listrik yang dikelola oleh komunitas atau masyarakat secara langsung.
“Ini hasil PDB yang didapatkan, produk domestik bruto-nya Rp10.529 triliun, ini secara akumulatif. Artinya dari mulai tahun ke-0 sampai dengan tahun ke-25,” ujarnya dalam diskusi Dampak Ekonomi dan Peluang Pembiayaan Energi Terbarukan Berbasis Komunitas, Senin (20/5/2024).
Angka tersebut muncul dari hasil asumsi untuk pembangkit listrik tenaga hidro dengan 100% dikelola langsung oleh komunitas. Sementara asumsi untuk pembangkit listrik tenaga surya diasumsikan 40% di antaranya dikelola oleh komunitas dan sisanya oleh perusahaan besar.
Pasalnya, energi terbarukan berbasis komunitas yang dikelola oleh masyarakat setempat menjadi penting terutama bagi masyarakat yang berada di wilayah minim sentuhan PLN.
Keberadaan ekosistem energi baru terbarukan berbasis komunitas pula mendorong penciptaan lapangan kerja di wilayah setempat. Bhima melihat ekosistem ini pula mendorong pemerataan ekonomi khususnya di wilayah-wilayah 3T, yakni tertinggal, terdepan, dan terluar.
Baca Juga
Dari hasil studinya, Celios mencatat setidaknya di Indonesia saat ini terdapat 4.400 desa belum teraliri listrik.
“Secara akumulatif ada 96 juta lapangan kerja berpeluang tercipta. Yang menarik adalah industri manufaktur, kemudian pertanian perkebunan, itu salah satu yang lapangan kerjanya naik ketika energi terbarukan skala komunitasnya didorong,” jelasnya.
Meski demikian, persoalan pembiayaan turut menjadi masalah dalam membangun ekosistem energi terbarukan skala komunitas tersebut.
Bhima menyebutkan bahwa komitmen JETP (Just Energy Transition Partnership) menjadi peluang pendanaan energi terbarukan berbasis komunitas.
Mengambil contoh jika 50% dana JETP yang sebesar US$20 miliar dialokasikan untuk mengembangkan energi terbarukan skala komunitas maka dapat menghasilkan kapasitas 2,18 GW, artinya mampu menggantikan PLTU Cirebon-1 yang akan disuntik mati.
“Itu berarti pembangkit energi terbarukan setidaknya mampu menggantikan 3,3 unit PLTU setara Cirebon-1 yang memiliki kapasitas 660 MW,” tuturnya.
Dalam jangka panjang, energi terbarukan berbasis komunitas diyakini mampu berkontribusi terhadap penurunan ketimpangan antar wilayah selama 20 tahun implementasi dari 0,74 ke 0,71.
Sementara itu, interim Indonesia team lead 350.org Firdaus Cahyadi menekankan dana JETP menjadi penting untuk memenuhi kebutuhan pendanaan pengembangan energi terbarukan berbasis komunitas.
Pasalnya, pemanfaatan sumber daya baik air dan angin di Indonesia yang cukuplah besar juga membutuhakn biaya yang tidak sedikit.
“Jadi tantangan karena banyak komunitas yang punya keterbatasan pembiayaan karena penetapan tarif harus dan diwajibkan angsuran, bukan kwh,” katanya.
Untuk itu, baik dirinya dan Celios meminta pemerintah untuk mengalokasikan dana JETP untuk komunitas, bukan hanya mengalir kepada perusahaan berskala besar.